Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Sejarah Istana Niat Lima Laras yang Dibangun setelah Raja Selamat dari Kejaran Belanda

Istana Niat Lima Laras dibangun untuk memenuhi nazar raja setelah selamat dari kejaran Belanda yang saat itu melarang berdagang hasil bumi.

8 Juni 2024 | 15.11 WIB

Istana Niat Lima Laras (Kab. Batubara)
Perbesar
Istana Niat Lima Laras (Kab. Batubara)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Istana Niat Lima Laras peninggalan salah satu kerajaan Melayu di Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, akan direvitalisasi. Istana ini mendapatkan status cagar budaya pada Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut catatan sejarah, istana dibangun oleh Datuk Matyoeda, raja ke-12 Lima Laras, berdasarkan nazar atau niat setelah ada larangan berdagang yang dikeluarkan Pemerintahan Hindia Belanda. Diduga Pemerintahan Hindia Belanda saat itu ingin memonopoli perdagangan hasil bumi. Siapa saja yang melanggar, armada beserta isinya akan ditarik paksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Datuk Matyoeda yang berniaga hasil bumi ke Malaka, Malaysia, Singapura, dan Thailand sangat dirugikan dengan aturan tersebut. Dia lalu berniat membangun sebuah istana kalau selamat dari kejaran Belanda. Datuk Matyoeda berhasil berlabuh di Pelabuhan Tanjung Tiram dan meraup untung besar. Maka, dia pun melaksanakan niatnya. 

Detail Bangunan Istana Niat Lima Laras 

Istana Niat Lima Laras memiliki enam anjungan yang masing-masing menghadap ke arah empat mata angin, memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela. Datuk Matyoeda membangun istana dengan modal 150.000 gulden. Dia mendatangkan 80  tenaga ahli dari Cina dan Pulau Penang, Malaysia, serta mempekerjakan sejumlah tukang dari sekitar istana.

Lantai dasar dan balai ruangan berornamen Cina, terbuat dari beton yang digunakan sebagai tempat bermusyawarah. Lantai dua dan tiga untuk tempat tinggal keluarga kerajaan, terbuat dari kayu. Kamar-kamar yang luas dan lebar dihubungkan dengan tangga yang melingkar di tengah-tengah ruangan. 

Revitalisasi 

Pakar situs budaya Hidayati mengatakan, ada beberapa kriteria out standing value yang wajib dipenuhi jika ingin diakui sebagai warisan budaya UNESCO, seperti bukti peninggalan-peninggalan, proteksi fisik dan nonfisik, upaya penyelamatan dan pemeliharaannya, mewakili mahakarya, memiliki nilai arsitektur, keunikan dan dukungan penuh masyarakat.

"Kita sudah sangat peduli dengan heritage ini, baru nanti dilakukan pemugaran. Tidak boleh dilakukan sembarangan. Akan diteliti lagi bagaimana dan apa yang harus dipugar secara fisik. Pengalaman bahwa hal ini harus dilaksanakan dengan serius, bukan hanya soal anggaran," kata Hidayati.

Pelestarian Budaya

Mantan pejabat di Pemprov Sumut ini bilang, stakeholder dan pemerintah berwenang harus merangkul UMKM untuk mendukung kebermanfaatan heritage. Temanya bukan pariwisata tapi pelestarian, namun intinya dapat dimanfaatkan untuk kepariwisataan. Kebersihan harus dijaga, promosi juga harus dilakukan. Selain itu, hospitality menjadi bagian penting, masyarakat harus dilatih melayani tamu yang berkunjung. Termasuk merangkul travel-travel, sesuai kebijakan pemerintah agar bisa membuka jalur kedatangan ke objek wisata.

"Semoga tahapan-tahapan ini terlaksana. Perubahan status menjadi cagar budaya adalah pencapaian positif dari kinerja penjabat bupati," ujarnya.

Perwakilan zuriat Kerajaan Lima Laras Latipa berterima kasih atas penetapan status Istana Niat Lima Laras sebagai situs cagar budaya. Pihaknya dan masyarakat Batubara sangat mendukung dan sudah lama menginginkannya. "Semoga generasi muda menikmati warisan Melayu di Kabupaten Batubara dan menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar," kata Latipa.

MEI LEANDHA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus