Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Status Gunung Siaga dan Pandemi Covid-19, Labuhan Merapi Digelar Secara Terbatas

Prosesi Labuhan Merapi diawali sejak Ahad, 14 Maret dalam bentuk serah terima ubo rampe dari abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

15 Maret 2021 | 17.46 WIB

Warga membawa sejumlah sajian ke atas gunung merapi dalam mengikuti upacara Labuhan di Gunung Merapi, Yogyakarta, (31/5). Ritual ini untuk memberikan penghargaan kepada Pangeran Sapujagat dan penguasa Gunung Merapi usai diadakan Peringatan penobatan Sultan. (Photo by Ulet Ifansasti/Getty Images)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Warga membawa sejumlah sajian ke atas gunung merapi dalam mengikuti upacara Labuhan di Gunung Merapi, Yogyakarta, (31/5). Ritual ini untuk memberikan penghargaan kepada Pangeran Sapujagat dan penguasa Gunung Merapi usai diadakan Peringatan penobatan Sultan. (Photo by Ulet Ifansasti/Getty Images)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Tradisi upacara adat Labuhan Merapi di Kabupaten Sleman digelar secara terbatas tanpa kehadiran masyarakat umum pada Senin, 15 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tradisi yang digelar abdi dalem Keraton Yogyakarta setiap 30 Rajab itu adalah rangkaian Tinggalan Dalem Jumenengan atau bertahtanya Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Keraton Yogyakarta. Kali ini acara itu tak dihadiri masyarakat umum seperti tahun-tahun sebelumnya karena status Gunung Merapi masih Siaga erupsi dan pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Untuk tradisi Labuhan tahun ini memang sangat dibatasi pesertanya dulu, yang penting tradisi masih bisa tetap berjalan, namun semua aman dari sisi kondisi Merapi dan kondisi Covid-19,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman Aji Wulantara kepada Tempo, Senin.

Prosesi Labuhan Merapi sendiri diawali sejak Ahad, 14 Maret dalam bentuk serah terima ubo rampe atau sesembahan hasil bumi dari abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kepada Panewu (Camat) Depok. Setelah itu, ubo rampe itu dibawa ke titik kaki Gunung Merapi, yakni Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan Sleman lalu diberikan kepada panewu setempat.

Dari Panewu Cangkringan, ubo rampe diberikan kepada juru kunci Gunung Merapi, Mas Bekel Anom Suraksosihono atau Ki Asih untuk kemudian dibawa ke Pendapa Petilasan almarhum juru kunci Merapi sebelumnya, Mbah Maridjan, di Dusun Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan.

Ubo rampe itu lalu disemayamkan satu malam di Pendapa Kinahrejo untuk digelar kenduri dan tahlilan. Baru pada Senin mulai pukul 06.00 WIB, ubo rampe dibawa ke Bangsal Sri Manganti untuk dilakukan upacara labuhan hingga Alas Bedengan di kaki Merapi.

“Karena situasi pandemi, peserta yang bisa naik ke Alas Bedengan dibatasi hanya berjumlah 30 orang di mana seluruhnya adalah abdi dalem Keraton dan pendamping juru kunci saja,” ujar Aji.

Aji menuturkan demi menjaga protokol kesehatan, terlebih karena Sleman dan DIY secara umum masih menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, pengunjung yang ingin ikut prosesi untuk ngalap berkah (mencari berkah) seperti tahun sebelumnya, hanya bisa menunggu hingga Joglo Kinahrejo saja.

Aji mengatakan untuk tahun ini, Labuhan Merapi membatasi jumlah peserta. Dari biasanya bisa sampai 2.000 orang, hanya jadi puluhan orang saja. Acara kesenian dan hiburan termasuk pagelaran wayang yang biasanya ikut dihelat pada malam kedua prosesi itu kali ini juga ditiadakan.

Ninis Chairunnisa

Ninis Chairunnisa

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus