Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divis Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menyatakan 20 anggota polisi akan menjalani sidang etik karena Tragedi Kanjuruhan. Mereka terlibat dalam pengamanan di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, saat laga BRI Liga 1 Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dedi menyatakan 20 orang tersebut diduga melakukan pelanggaran kode etik setelah tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan Polri serta Inspektorat Pengawasan Umum Polri melakukan pemeriksaan terhadap 38 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemeriksaan etik ini, menurut Dedi, merupakan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut kejadian yang memakan korban 131 jiwa.
“Bapak Kapolri sejak awal langsung bergerak cepat menginstruksikan kepada jajaran untuk bergerak cepat dan mengusut tuntas peristiwa tersebut,” kata Dedi dalam pernyataan tertulisnya, Jumat, 7 Oktober 2022.
Terduga pelanggar kode etik termasuk Kapolres Malang
Adapun 20 personel terduga pelanggar etik terdiri dari enam anggota Polres Malang dan 14 personel Brimob Polda Jatim. Empat personel Polres Malang, yakni FH (Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat), WS (Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS), BS, BSA (Kompol Bambang Sidik Achmadi), SA, dan WA.
Sementara itu, 14 personel Satuan Brimob Polda Jatim yang diduga melanggar etik, yakni AW, DY, HD (Hasdarman), US, BP, AT, CA, SP, MI, MC, YF, TF, MW, dan WAL.
Enam tersangka pidana
Sebelumnya Polri telah menetapkan enam tersangka pidana dalam kasus ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka tersebut setelah penyidik memeriksa 48 orang saksi yang terdiri dari 26 personel Polri, tiga orang penyelenggara pertandingan, delapan orang steward, enam saksi yang ada di TKP, dan lima orang korban. Penetapan tersangka diumumkan setelah gelar perkara Kamis pagi, 6 Oktober 2022.
“Berdasarkan gelar perkara dan alat bukti permulaan yang cukup maka ditetapkan saat ini enam tersangka,” kata Kapolri saat konferensi pers, Kamis malam, 6 Oktober 2022.
“Kemungkinan akan ada penambahan pelaku, apakah itu pelaku pelanggar etik maupun pelaku pelanggar pidana, kemungkinan masih bisa bertambah dan tim terus bekerja,” ujar Kapolri.
Keenam tersangka itu adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.
Sampai saat ini tim dari Bareskrim Polri, Polda Jawa Timur, Propam Polri, dan Inspektorat Khusus Polri, menyidik kasus ini dengan metode Scientific Crime Investigation (SCI).
“Tentu tim kami masih terus bekerja. Kami berharap masyarakat bersabar dan mempercayakan sepenuhnya pengusutan perkara ini kepada kami,” kata Dedi.
Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan luka berat. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 103 Juncto Pasal 52 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Berita terkait: Erick Thohir Diutus Temui Presiden FIFA Bahas Tragedi Kanjuruhan, Ini Penjelasan Menpora
Kronologi Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan terjadi setelah Aremania, suporter Arema FC, turun ke lapangan usai tim kesayangannya menelan kekalahan 2-3 dari Persebaya Surabaya. Mereka turun ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada para pemain.
Polisi kemudian merespon aksi Aremania tersebut dengan melepaskan gas air mata ke lapangan dan tribun. Alhasil, penonton yang panik bubar dan berebut untuk keluar stadion.
Naasnya, sejumlah pintu stadion masih dalam kondisi tertutup. Para penonton itu pun kemudian berdesakan hingga jatuh korban 131 jiwa.
Penggunaan gas air mata dan tertutupnya pintu stadion diduga sebagai penyebab utama terjadinya Tragedi Kanjuruhan. Soal penggunaan gas air mata dianggap melanggar aturan keselamatan FIFA sementara soal tertutupnya pintu stadion melanggar Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI.