Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Temuan TPF Koalisi Masyarakat Sipil soal Detik-detik Tragedi Kanjuruhan

Pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah aparat yang membawa gas air mata. Tragedi Kanjuruhan menyebabkan 131 orang meninggal.

9 Oktober 2022 | 21.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga bersujud usai berdoa di Patung Singa Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Selasa 4 Oktober 2022. Hari ketiga pascakerusuhan di stadion itu, puluhan karangan bunga duka dari berbagai kalangan memenuhi halaman stadion begitu pula warga terus berdatangan untuk mendoakan korban yang meninggal dalam kerusuhan itu. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute, dan KontraS membentuk Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil untuk melakukan investigasi mandiri terhadap Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Dari investigasi yang telah berjalan 7 hari itu, Koalisi menyatakan Tragedi Kanjuruhan merupakan kejahatan yang terjadi secara sistematis. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan. Selain itu, kami menduga timbulnya korban jiwa akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian," ujar Koalisi dalam pernyataan resminya, Ahad, 9 Oktober 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada temuan pertama, Koalisi menjelaskan pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah aparat yang membawa gas air mata. Padahal, saat itu diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan. 

Temuan selanjutnya, ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, Koalisi menyebut memang ada sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan. Akan tetapi, aksi itu dilakukan untuk memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain. 

"Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," bunyi pertanyaan Koalisi.

Tak Gunakan Kekuatan Lain

Selanjutnya, Koalisi menemukan fakta sebelum penembakan gas air mata terjadi, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain mencegah terjadinya kerusuhan, seperti perintah lisan atau suara peringatan, hingga kendali tangan kosong lunak.

Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata. 

"Berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun sisi selatan, timur, dan utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di tribun," kata Koalisi. 

Kondisi bertambah parah akibat akses jalan keluar stadion yang sempit dan pintu yang terkunci. Hal ini mengakibatkan penumpukan orang dan membuat para korban sulit bernafas. Gas air mata yang tak henti ditembakan aparat juga memperparah kondisi para korban. 

Selain itu, Koalisi menyebut tindak kekerasan yang dialami para suporter tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri, tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang. 

"Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar," kata Koalisi.

Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang terjadi setelah laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Dalam laga itu tuan rumah Arema FC menelan kekalahan 2-3. Kekalahan itu menyebabkan beberapa suporter turun dan masuk ke lapangan. Petugas keamanan dari Polri dan TNI kemudian menghalau para suporter yang masuk ke lapangan itu.

Aparat kepolisian kemudian meletupkan senjata gas air mata ke arah penonton. Akibatnya massa kocar kacir menuju satu titik keluar. Banyak yang meninggal karena terinjak injak penonton yang berebut untuk keluar stadion.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka dari Tragedi Kanjuruhan. Tersangka utama adalah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita selaku penyelenggara acara Liga 1 Indonesia.

Lima tersangka lainnya antara lain Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan berinisial AH, Security Officer berinisial SS, Danki 3 Brimob Polda Jatim berinisial H dan Kasat Samapta Polres Malang berinisial TSA.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus