Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ahli Hukum Pidana Jelaskan Soal Praperadilan Kedua Hasto Kristiyanto

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan praperadilan keduanya atas penetapan tersangka oleh KPK. Praperadilan pertama Hasto tidak diterima.

18 Februari 2025 | 12.16 WIB

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) dan Kuasa Hukum Maqdir Ismail di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Januari 2025. TEMPO/Tony Hartawan
material-symbols:fullscreenPerbesar
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (kanan) dan Kuasa Hukum Maqdir Ismail di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Januari 2025. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan praperadilan keduanya atas penetapan tersangka oleh KPK. Pada praperadilan pertama gugatan Hasto tidak diterima.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dalam sistem praperadilan tidak dikenal ne bis in idem atau perkara dengan obyek yang sama. Sehingga sidang praperadilan itu bisa diajukan berulang kali. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kan belum masuk ke pokok perkara, jadi masih bisa diajukan praperadilan ulang," kata Fickar kepada Tempo, Selasa, 18 Februari 2025. 

Untuk itu, kata Fickar, perlu keseriusan dan keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK segera melimpahkan kasus Hasto ke peradilan pokok perkara. 

"Seharusnya KPK segera menyerahkan berkas HK ke pengadilan," kata Fickar. 

Dalam persidangan pada 13 Februari 2025 tersebut, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, tidak menerima permohonan praperadilan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dalam pertimbangan, Hakim menyatakan Hasto seharusnya mengajukan dua permohonan praperadilan untuk dua surat perintah penyidikan yang menjadi dasar penetapan Sekjen PDIP itu sebagai tersangka. 

"Permohonan pemohon yang menggabungkan sah tidaknya dua surat perintah penyidikan atau sah tidaknya penetatapan tersangka dalam satu permohonan haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat formil permohonan peraperadilan,” ujar Djuyamto membacakan amar putusannya di ruang sidang. 

Meski status tersangka Hasto masih sah, Hasto Kristiyanto melalui kuasa hukumnya Ronny Talapessy mengajukan penundaan pemeriksaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan pengajuan praperadilan kedua. Pemeriksaan seharusnya dijadwalkan pada Senin, 17 Februari 2025. 

"Ini kaitannya dengan pengajuan kembali praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta selatan sebagai tindak lanjut putusan praperadilan sebelumnya,” ucap Ronny dalam keterangan tertulis pada Senin, 17 Februari 2025.  

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima pendaftaran praperadilan kedua Hasto Kristiyanto pada Senin 17 Februari 2025. Ada dua permohonan praperadilan yakni penetapan tersangka gratifikasi dan penetapan tersangka obstruction of justice atau penghalangan penyidikan. 

Untuk tersangka gratifikasi diregister dengan nomor 23/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL dengan hakim tunggal Afrizal Hady, sementara tersangka obstruction of justice nomor 24/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel dengan hakim tunggal Rio Barten Pasaribu. 

"Sidang pertama untuk agenda panggilan para pihak dijadwalkan pada Senin 3 Maret 2025," kata Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto melalui keterangan resminya Senin 17 Februari 2025. 

Jihan Ristiyanti dan Anastasya Lavenia Y berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus