Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami peran Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan atau DJKA Kemenhub Wilayah Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, penyidik saat ini masih mencari informasi dan bukti-bukti keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang masih berjalan, tentunya kita meminta keterangan beberapa pihak, kemudian juga minta atau mencari bukti-bukti yang berkaitan dengan bersangkutan," kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Oktober 2024.
Dia menyebut, saat ini status Hasto di kasus korupsi di DJKA masih sebagai saksi sehingga penyidik masih perlu mencari informasi lebih dalam.
Sebelumnya, Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika, pada 19 Juli 2024, mengatakan Hasto Kristiyanto diperiksa di kasus DJKA Kemenhub Wilayah Jawa Timur dalam kapasitasnya sebagai konsultan.
Tessa mengungkapkan sesuai dengan data administrasi kependudukan atau adminduk, pekerjaan Hasto tertera sebagai konsultan dalam rangka pemanggilan sebagai saksi atas kasus korupsi DJKA Kemenhub.
Kasus korupsi DJKA Kemenhub ini bermula dari operasi tangkap tangan pada April 2023. KPK awalnya menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan pemberian suap proyek pembangunan dan pemeliharaan rel di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Enam dari 10 tersangka itu berperan sebagai pemberi suap. Sedangkan empat lainnya adalah penerima suap.
Belakangan, jumlah tersangka bertambah menjadi 17 orang dan satu perusahaan. Salah satunya adalah Yofi Oktarisza yang pernah menjadi PPK BTP Semarang pada 2017 hingga 2021.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Siapa Saja Penikmat Duit Korupsi Proyek Rel Kereta Api”, sejumlah nama diduga menerima aliran dana dari duit haram tersebut. Salah satunya adalah seseorang yang diklaim sebagai kerabat dekat Presiden Joko Widodo, yaitu Wahyu Purwanto. Dia diduga turut menikmati uang suap itu.
Hal ini berdasarkan sejumlah fakta penting yang terungkap dalam persidangan dan salinan putusan Harno Trimadi, mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian. Dia adalah salah satu tersangka dalam kasus korupsi tersebut.
Harno terbukti menerima suap sebesar Rp 3,2 miliar dari pengusaha pelaksana proyek rel kereta api Jawa Tengah, Dion Renato Sugiarto. Akibat perbuatannya, dia pun divonis lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta pada 11 Desember 2023.
Dalam persidangan, Harno mengungkapkan mengenal Wahyu Purwanto setelah dikenalkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Harno menuturkan, Menteri Budi kerap menitipkan kenalannya untuk menggarap proyek kereta api.
“Wahyu berpartisipasi memberikan Rp 100 juta,” kata Harno seperti tertulis dalam putusannya.
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memeriksa Wahyu sebagai saksi pada Kamis, 30 November 2023 lalu. Nama Wahyu juga disebut Dion Renato, terdakwa kasus korupsi rel kereta api, dalam persidangannya pada 16 November 2023.
Saat itu, Dion menyebut tujuh nama yang disebut bisa membantu mendapatkan proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub. Mereka merupakan makelar yang disebut dengan istilah langitan. Salah satunya adalah Wahyu Purwanto.