Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Hakim Agung Gazalba Saleh mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK. Gazalba terjerat perkara tindak pidana pencucian uang atau TPPU pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nota keberatan diajukan Gazalba lantaran merasa surat dakwaan penuntut umum KPK tidak cermat, jelas, dan lengkap dalam menguraikan perbuatan yang didakwakan. "Surat dakwaan sangat menyudutkan terdakwa," kata kuasa hukum Gazalba, Aldres Jonathan Napitupulu dalam persidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin, 13 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pembacaan nota keberatan, Gazalba melalui kuasa hukumnya, mengatakan perbutan-perbuatan yang didakwakan tidak sesuai dengan fakta dan keadaan yang sesungguhnya bahkan dalam surat dakwaan, terdakwa didakwa melanggar perundang-undangan yang di luar yurisdiksi penuntut umum dan pengadilan tindak pidana korupsi.
Pelanggaran yang dimaksud Aldres, yaitu Undang-Undang (UU) No. 28/1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berikutnya, UU No. 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman, serta kode etik dan pedoman prilaku hakim.
Menurut dia, uraian perbuatan yang didakwakan penuntut umum KPK tidak jelas, cermat, dan lengkap sebagaimana diatur di Pasal 153 ayat (2) huruf b Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dia berkata dalam surat dakwaan, terdakwa Gazalba didakwa menerima sejumlah uang dari pihak yang tidak jelas disebutkan, seperti siapa orangnya, terkait urusan apa, dan tidak ada saksi,serta alat bukti dalam berkas perkara.
"Kami akan menguraikan berbagai kejanggalan dan pelanggaran hukum sejak perkara ini masih di tahap penyidikan, di antaranya mengenai tindakan penyidik yang sejak penyidikan perkara lain telah menyebut terdakwa dari para hakim agung lain menerima uang pengurusan perkara," ujarnya.
Kuasa hukum Gazalba menyebutkan penyidik meminta terdakwa mengaku dan menerangkan bahwa para hakim lain juga menerima uang penanganan perkara di MA. Permintaan tersebut, kata dia, disertai ancaman apabila tidak mengaku dan menerangkan sesuai keinginan penyidik, maka akan ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
JPU KPK, sebelumnya, membacakan dakwaan terhadap Gazalba Saleh untuk perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam dakwaannya, Jaksa KPK, Wawan Yanarwanto mengatakan Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) terpidana Jaffar Abdul Gaffar yang didampingi pengacara Neshawaty Arsjad. Menurut dia, dengan pengaruh Gazalba, PK tersebut dapat diterima dan diberikan uang dari terpidana sejumlah Rp 37 miliar.
Hingga 2022, Gazalba menerima uang gratifikasi penanganan perkara SGD18.000; SGD1.128.000; USD81.100; dan Rp9,42 miliar. Sebagian uang tersebut digunakan Gazalba untuk membeli mobil New Alphard Rp 1,079 miliar pada 2020.
"Untuk menyamarkan transaksi tersebut, maka pembelian dilakukan oleh terdakwa dengan menggunakan nama Edy Ilham Shooleh selaku kakak kandung terdakwa," kata Wawan dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2024.
Pada April 2020, Gazalba Saleh menukarkan mata uang asing SGD583.000 dan USD10.000 menjadi Rp 6,33 miliar. Penukaran dilakukannya sebanyak enam kali menggunakan KTP atas nama Gazalba Saleh selaku dosen.
Uang rupiah yang telah ditukarkan ditransfer ke rekening mandiri Rp 108.300.000 dan rekening BCA Rp 6.144.292.000, dan sisanya Rp 81.740.000 diambil secara tunai.
Dalam surat dakwaan disebutkan Gazalba membeli sejumlah aset, seperti tanah/bangunan di Tanjung Barat atas nama Normawati Ibrahim seharga Rp 5.382.783.210. Namun, Gazalba hanya melaporkan ke Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara LHKPN) senilai Rp 3,7 miliar.
Gazalba kembali menukarkan uang valuta asing dan ditransfer ke rekening BCA miliknya senilai Rp 6,144 miliar. Dari uang tersebut ia membeli logam mulia senilai Rp 508.485.000.
Pada Juni 2021, bertempat di Kelurahan Tanjungrasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Gazalba membeli sebidang tanah/bangunan sebesar Rp 2.050.000.000.
Gazalba kembali membeli tanah/bangunan di Citra Grand Cibubur senilai Rp 7.710.750.000 tapi ia hanya melaporkan kepada KPK atas LHKPN-nya Rp 3.526.710.000 untuk menyamarkan transaksi pembelian tanah/bangunan itu.
Dia juga disebut menggunakan uang hasil gratifikasi untuk membayar pelunasan kredit rumah di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Harga rumah tersebut Rp 3.891.000.000 dan disamarkan dengan menggunakan nama Fify Mulyani yang merupakan teman dekat Gazalba.
Pada Agustus 2021 sampai dengan Februari 2023, Gazalba Saleh menukarkan mata uang asing berupa SGD139.000 dan USD171.100 menjadi Rp 3.963.779.000. Penukaran itu mengunakan identitas Ikhsan AR SP selaku asisten pribadinya.