Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menyebut sempat berencana menjual batu permata berwarna merah muda yang ditemukannya di kebun Australia di toko perhiasan yang berada di kawasan Blok M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berkata batu permata itu diikatnya pada cincin yang kemudian dibawa pulang ke Indonesia pada 1995 silam. "Saya membawa cincin batu permata ke toko perhiasan di Blok M, Jakarta Selatan, setelah orang toko memeriksa cincin tersebut dan mengatakan harganya paling tinggi Rp 10 juta," kata Gazalba Saleh saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merasa tidak cocok dengan harga yang ditawarkan lantas Gazalba mengurungkan niatnya untuk menjual batu permata tersebut. "Setelah saya pikir-pikir, saya tidak jadi menjual cincin batu permata tersebut, lalu meninggalkan toko cincin batu permata tersebut. Saya simpan terus dan tidak pernah saya beritakan kepada siapapun," ujarnya.
Kemudian pada 2010, Gazalba melakukan perjalanan ke Singapura bersama istrinya yang sedang dinas luar negeri. Bersamaan dengan itu, kata Gazalba, dirinya berinisiatif untuk menjual batu permata itu.
Menurut Gazalba, di Singapura batu permata itu ditawar dengan harga S$50 ribu dan US$18.300 atau setara Rp 400 juta. Dia menyebut karyawan toko perhiasan di Singapura sempat menanyakan sertifikatnya namun ia menjelaskan bahwa batu permata itu temukan sehingga tidak ada sertifikatnya. Kemudian, pihak toko tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Dia bilang, tidak apa-apa kalau tidak ada. Setelah orang toko memeriksa dengan teliti batu permata tersebut, lalu orang tersebut mengatakan; kalau dijual seharga 75 ribu Dollar Singapura," ujarnya.
Mendengar hal itu, Gazalba mengaku meminjam kalkulator toko untuk mengetahui nilai rupianya sesuai dengan kurs yang berlaku pada 2010. Dia pun mendapatkan harga untuk batu permata itu kurang lebih Rp 400 juta.
Dia mengaku kaget dengan harga tersebut lantaran jika dibandingkan dengan harga di Indonesia pada saat itu sangat jauh. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menjual batu permata. "Saya dibayar dengan menggunakan mata uang Singapura. Namun karena toko kekurangan uang tunai, maka saya dibayar dengan USD dolar, yakni S$50 ribu rupiah dan US$18.300," kata Gazalba.
Menurut dia, uang hasil penjualan batu permata disimpan dan tidak memberitahukannya kepada siapapun hingga dirinya bertemu dengan temannya bernama Irfan pada Oktober 2010. Dalam pertemuan itu, ucap Gazalba, Irfan menawarkan bisnis di bidang tambang dengan keuntungan 20-35 persen dari modal.
Dikatakannya bahwa keuntungan diperoleh dengan cara kerja sama pemegang izin usaha tambang, pengangkutan, dan pabrikan atau pengolahan tambang. Gazalba pun mengaku tertarik dan meminjamkan uang hasil penjualan batu permata itu ke Irfan.
Gazalba menyebut Irfan akan mengembalikan uang itu dengan keuntungan yang bervariasi. Lantas dirinya meminjamkan uang kepada Irfan S$37.000 yang merupakan hasil penjualan batu permata.
Irfan, dia melanjutkan, mengembalikan uang pinjaman itu S$48.200 pada Maret 2011 dan kembali meminjam S$56.200 pada November 2011, US$18.300 pada Januari 2012. Pada Januari 2012 dikembalikan sebesar S$71.400, S$20.000 dan US$23.200. Pada Februari 2012, meminjam lagi S$71.400 dan US$23.200, lalu pada Juli 2012 dikembalikan S$90.700 dolar dan US$29.500. Begitu seterusnya sampai tahun 2020. "Di 2020, saya telah memiliki uang sejumlah S$1.129.000 dan US$181.100," kata Gazalba.
Pilihan Editor: Dituntut 15 Tahun Penjara, Gazalba Saleh Sebut Penyidik KPK Lakukan Rekayasa Penyidikan