Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemeriksaan ketujuh jenazah laki-laki yang mengapung di Kali Bekasi mencapai titik akhir dengan diidentifikasinya semua identitas korban. Namun, keluarga korban sempat mengeluh ketika mereka tidak diizinkan melihat kondisi jenazah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pihak rumah sakit yang diwakili oleh Karo Dokpol Pusdokkes Polri, Brigjen Pol Nyoman Eddy Purnama Wirawan, beralasan bahwa itu bagian dari prosedur yang harus ditaati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang dalam prosedur identifikasi, apalagi dengan jenazah yang lewat dari 24 jam ada proses pembusukan, itu SOP (standart operating procedure) kami tidak membenarkan keluarga melihat dulu,” katanya saat konferensi pers di RS Polri, pada Kamis, 26 September 2024.
Larangan melihat kondisi jenazah disebut sebagai antisipasi agar tidak menimbulkan bias. Karo Dokpol Pusdokkes Polri mengatakan bila keluarga korban diizinkan melihat jenazah justru akan melanggar SOP.
Sebaliknya, pemeriksaan jenazah sesuai SOP adalah melalui pencocokkan data antemortem dan postmortem. "Keluarga harus melaporkan ciri-ciri orang hilang, kemudian di satu sisi (data dikirim) kepada tim antimortem namanya, di satu sisi ada tim lagi yang memeriksa jenazah (postmortem)" ujar Eddy.
Kedua jenis data itu lalu dicari kecocokkannya untuk bisa mengidentifikasi identitas jenazah. Pembandingan antara data antemortem dengan postmortem bisa menghasilkan kecocokan DNA, data gigi, ciri medis, hingga properti milik korban.
"Itu prosedur yang kami jalani. Dan itu juga prosedur secara internasional sudah diakui," kata Eddy.