Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat dibuat heboh oleh temuan Kejaksaan Agung dalam dugaan korupsi tata kelola minyak di Pertamina terutama tentang adanya tudingan bahwa tersangka mengoplos bensin dengan RON 90 untuk dijadikan RON 92 alias Pertamax.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Publik bisa makin terhenyak jika mengetahui temuan terbaru Kejagung dari hasil pemeriksaan 2 tersangka baru, yang diumumkan Rabu, 26 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa tersangka Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne dengan persetujuan tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, membeli bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.
“Kemudian tersangka Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” katanya seperti dikutip Antara..
Maya Kusmaya dan Edward Corne adalah dua tersangka baru kasus dugaan korupsi yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan anak juragan minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Tersangka lain adalah Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, serta VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.
Dua tersangka dari pihak swasta lainnya adalah Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Qohar mengungkapkan, proses pengoplosan tersebut, dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak milik Kerry Andrianto dan milik Gading Ramadhan Joedo.
Perbuatan tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai kualitas barang.
Menanggapi keresahan masyarakat, pihak Kejaksaan Agung menegaskan bahwa dugaan pengplosan itu terjadi pada kurun 2018-2023.
Pertamina Bantah Ada Pertamax Oplosan
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menegaskan produk Pertamax, jenis BBM dengan angka oktan (research octane number/RON) 92, dan seluruh produk Pertamina lainnya, telah memenuhi standar dan spesifikasi, yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.
"Kami pastikan operasional Pertamina saat ini berjalan lancar dan terus mengoptimalkan layanan, serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat," kata Simon di Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025, seperti dikutip Antara.
Simon menjelaskan produk BBM Pertamina secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS).
Ia mengatakan Pertamina menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina dalam kurun 2018-2023.
Ia pun memastikan selama proses penyidikan tersebut, operasional Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM kepada masyarakat tetap berjalan dengan lancar.
Akibat derasnya kabar dugaan Pertamax dioplos membuat penjualan jenis bensin non-subsidi ini semat turun.
"Penurunan itu hanya satu hari, 25 Februari," ujar Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo di Jakarta, Rabu.
Ega mengatakan penurunan penjualan pada BBM jenis Pertamax kurang lebih sebanyak 5 persen.
"Tapi kita melihat rata-rata hariannya masih sama," ucapnya.
Ia mengatakan, Pertamina Patra Niaga tidak pernah melakukan pengoplosan terhadap produk Pertamax.
Menurut dia, penambahan zat aditif pada BBM tidak mengubah spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Lemigas, yang berada di bawah Direktorat Jenderal Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Penambahan zat aditif, kata Ega, bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengguna, seperti mesin yang bersih, antikarat serta mesin ringan saat berkendara.
Selain itu, penambahan zat yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat. Terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niga tidak memiliki fasilitas blending untuk produk gasoline.
"Tidak ada perubahan spek (spesifikasi). Jadi kami menjual atau memasarkan produk Pertamax ini sesuai spek Dirjen Migas. Walaupun penambahan aditif itu juga merupakan benefit tambahan yang kita berikan oleh masyarakat, hal ini tentunya menjadi bagian dari strategi pemasaran sebetulnya," kata Ega.