Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kerap Singgung Dugaan Korupsi Jokowi Dinilai jadi Pemicu Pencopotan Ubedilah Badrun dari Ketua Departemen UNJ

Rektor Universitas Negeri Jakarta dikabarkan mencopot Ubedilah Badrun dicopot dari jabatanya sebagai Ketua Departemen Sosiologi tanpa ada alasan yang jelas.

3 Februari 2025 | 21.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hendardi. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute menduga penyebab pencopotan Ubedilah Badrun dari jabatannya sebagai Ketua Departemen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) disebabkan karena aktivis 98 itu kerap menyoroti dugaan rasuah Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya. “Aktivisme Ubeid yang berulang kali menyasar dugaan korupsi dan nepotisme keluarga Jokowi diduga menjadi salah satu pemicu utama pencopotannya yang tidak lazim,” kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, pada Senin, 3 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, sekalipun rektor memiliki wewenang melakukan pencopotan jabatan, tidak ada alasan kuat yang bisa diterima atas penangguhan dari posisi itu. Alasannya, Hendardi berkeyakinan Ubedilah memiliki kinerja baik juga membubuhkan sejumlah prestasi bagi program studi yang dipimpinnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hendardi menuding tindakan Rektor UNJ itu sebagai bentuk pembungkaman pasif terhadap akademisi dan aktivis. Ia menilai para rektor dijadikan sebagai tangan kekuasaan pada rezim Jokowi. “Menjadi cara melemahkan perlawanan, kritisisme dan aktivisme yang dipraktikkan  Jokowi saat menjabat.”

Pembungkaman pasif, kata dia, umumnya menyasar kepada akademisi dan tokoh masyarakat. Hal itu ditempuh dengan menghambat laju karir menjadi guru besar atau pencopotan jabatan di kampus. Selain melalui jalur karir, terbaru, kata Hendardi, pembungkaman pasif juga ditempuh dengan pemberian izin tambang lewat revisi Undang-undang Minerba yang sedang berlangsung.

Hendardi juga menyinggung indeks kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia. Berdasarkan indeks HAM SETARA Institute 2024, skor indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah 1,1, atau turun sebesar 0,2 poin dari Indeks HAM 2023 pada skala 1-7. Sementara itu, penelitian Economist Intelligence Unit (EIU) yang merilis indeks demokrasi negara-negara di dunia, menempatkan Indonesia pada peringkat 56 dengan skor 6,53 pada 2023. Angka itu menunjukkan terjadinya penurunan sebanyak dua tingkat dari 2022. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus