Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi untuk Demokrasi berharap Polda Metro Jaya tidak memproses laporan dari sekuriti Fairmont Hotel yang mempersoalkan aksi tiga aktivis pro-demokrasi di hotel tersebut. Alasannya, laporan tersebut keliru dan berpotensi membungkam partisipasi publik dalam mengawal kebijakan pemerintah, khususnya dalam merivisi UU TNI. “Harapannya Kepolisian Daerah Metro Jaya tidak memproses atau menghentikan laporan dari sekuriti Fairmont Hotel itu,” kata perwakilan koalisi Arif Maulana saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa, 18 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif mengatakan perwakilan koalisi telah menemui penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum untuk mengantarkan surat penolakan memberikan klarifikasi. Mereka menilai, tindakan para aktivis dalam aksi menolak revisi UU TNI di Fairmont Hotel adalah sah dalam lingkup demokrasi. “Lebih penting lagi, klarifikasi tidak dikenal dalam hukum acara pidana," ucap Arif. "Dalam proses penegakan hukum pidana, kita harus merujuk dan berpedoman pada KUHAP."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Arif mempertanyakan undangan klarifikasi yang diterima oleh koalisi masyarakat sipil. Menurutnya undangan ini juga tidak sesuai dengan prosedurnya karena dikirimkan kurang dari tiga hari kerja. “Kami dipanggil hari Minggu untuk datang hari Selasa. Kalau merujuk pada hukum acara, undangan yang patut itu tiga hari kerja,” ujar Arif.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, polisi sedang menyelidiki laporan terhadap tiga orang aktivis yang merangsek masuk ke ruang rapat pembahasan revisi UU TNI pada Sabtu, 15 Maret 2025. Pelapor adalah sekuriti berinisial RYR. "Laporan tentang dugaan tindak pidana terkait ketertiban umum dan/atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia," kata Ade Ary, Senin, 17 Maret 2025.
Ade Ary menyebut, RYR sedang bertugas ketika tiga aktivis menerobos masuk ke ruang rapat. "Terlapornya dalam penyelidikan, korbannya adalah anggota rapat pembahasan revisi Undang-Undang TNI," ujar Ade Ary.
Merujuk kronologi kejadian yang dilaporkan oleh RYR. Sekitar pukul 18.00 WIB ada tiga orang masuk ke Fairmont Hotel. Tiga orang tersebut berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi Undang-Undang TNI, meminta agar rapat dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup. "Atas kejadian tersebut, korban merasa dirugikan, kemudian membuat laporan," ucap Ade Ary.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS Andrie Yunus adalah salah satu aktivis yang menginterupsi rapat pembahasan Revisi UU TNI itu. Dalam aksi itu, Andrie melayangkan kritiknya terhadap proses pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup di hotel mewah. "Selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi, juga terkait dengan pasal dan substansinya yang jauh dari upaya semangat menghapus dwifungsi militer," kata Andrie.
Tak ada pengawalan ketika mereka memasuki ruangan. Mereka hanya membawa secarik kertas poster yang berisi penolakan terhadap Revisi UU TNI itu. Aksi protes di ruang rapat itu hanya berlangsung sebentar hingga pada akhirnya sejumlah petugas keamanan hotel langsung mengadang mereka. Andrie yang saat itu berada di dalam ruang rapat langsung didorong ke luar hingga terjungkal.