Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia atau LRC-KJHAM mencatat ada 452 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah sejak 2020 sampai 2023. Dari kejadian tersebut, sebanyak 507 perempuan menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada 2023 tercatat 93 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 117 perempuan menjadi korban kekerasan," ujar Divisi Informasi dan Dokumentasi LRC-KJHAM, Citra Ayu Kurniawati, pada Rabu, 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota Semarang menjadi daerah terbanyak laporan kekerasan perempuan di Jawa Tengah yaitu ada 59 kasus. "Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, tidak selalu dimaknai negative. Hal ini juga bisa menunjukkan keberanian korban untuk melaporkan kasusnya," ucap dia.
Berdasarkan kategori usia, kekerasan terhadap perempuan paling banyak menyasar korban dewasa yaitu 61 persen. Sementara laporan kekerasan perempuan dengan korban anak ada 31 persen.
Catatan LRC-KJHAM menyebutkan, sebagian besar kekerasan terhadap perempuan terjadi di ranah privat yaitu 62,3 persen. "Kebanyakan pelaku adalah orang terdekat korban dan dikenal oleh korban. Orang-orang yang seharusnya melindungi, justru menjadi pelaku kekerasan," tuturnya.
Sementara menurut kategori, laporan tersebut didominasi kekerasan seksual. "Dilihat dari bentuk kekerasannya hampir 60 persen perempuan mengalami kekerasan seksual," sebut Citra. "Korban bisa mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan."
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi kabar baik untuk melindungi perempuan. Namun, sejak disahkan hanya ada satu kasus kekerasan seksual korban dewasa yang sampai saat ini masih proses di kepolisian. Kemudian korban anak ada satu kasus hak atas restitusi diproses menggunakan Undang-Undang TPKS.
Dia menyebut selama ini perempuan korban kekerasan seksual masih mengalami hambatan dalam mengakses keadilan meskipun Indonesia telah meratifikasi The Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau Cedaw 40 tahun silam. "Lemahnya perspektif aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual, masih adanya stigma 'suka sama suka' untuk korban dewasa dan anak," ungkapnya.