Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi menyebutkan dari 50 demonstran yang ditahan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya akibat kericuhan demo kawal RUU Pilkada terdapat belasan anak. Bagaimana sistem peradilan pidana anak?
Ade Ary menjelaskan selain mahasiswa, ada buruh 16 orang, pelajar SMA 6 orang, kemudian ada juga yang pekerjaannya swasta tiga orang, dan ada juga pengangguran sepuluh orang.
"Dari 50 orang yang diamankan ini, kami telah membuat klaster ya untuk memperjelas bahwa tidak semuanya mahasiswa yang diamankan, ada 15 mahasiswa," katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat, 23 Agustus 2024, dikutip dari Antara.
Lantas, bagaimana sistem peradilan pidana terhadap anak?
Penangkapan anak diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 30. Mengacu pada aturan tersebut, maka anak-anak yang ditangkap polisi maksimal dalam 24 jam harus diberlakukan status tersangka atau tidak. Bila tidak, anak-anak tersebut harus segera dikembalikan ke orang tuanya.
Menilik lebih jauh, Sistem peradilan pidana anak memuat tentang anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban, dan anak yang menjadi saksi dalam tindak pidana. Dikutip dari Pn-palopo.go.id, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak yang menjadi korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan tindak pidana.
Anak yang menjadi saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan proses hukum. Adapun tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun, dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun anak tetap diajukan ke sidang anak. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sementara itu, anak di bawah 12 tahun yang melakukan atau diduga tindak pidana, diserahkan kepada orang tua/wali. Atau bisa diikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan pada instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang menangani bidang kesejahteraan sosial, sebagaimana ditulis dalam Pasal 21 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jo, Pasal 67 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
Lebih lanjut, pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana anak yakni Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial. Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal memperoleh jaminan dari orang tua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri. Kemudian untuk menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan dapat dilakukan dengan syarat berumur 14 tahun. Serta diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih.
Adapun anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan. Seperti pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). Lalu mengikuti pelatihan dari pemerintah atau badan swasta, pencabutan Surat Izin Mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidananya.
Sedangkan anak yang sudah berusia 14 tahun ke atas tersebut dapat saja dijatuhi pidana dengan macam-macam pidana sebagaimana dalam Pasal 71 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Misalnya, pidana peringatan, pidana bersyarat (pembinaan pada lembaga, pelayanan masyarakat, pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan penjara, dan Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pemenuhan kewajiban adat.
Penahanan terhadap anak yang berkonflik hukum ditempatkan pada Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS). Sedangkan tempat anak menjalani masa pidananya ditempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Kemudian terhadap tempat anak mendapatkan pelayanan sosial berada pada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).
Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah pernah menerbitkan Surat Edaran (SE) Tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik Dalam Aksi Unjuk Rasa yang Berpotensi Kekerasan, yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019.
Ada pula Peraturan Mendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b tertuang bahwa pihak keluarga berperan untuk mencegah peserta didik dari perbuatan yang melanggar peraturan Satuan Pendidikan dan/atau yang mengganggu ketertiban umum dan mencegah terjadinya tindak anarkis dan/atau perkelahian yang melibatkan pelajar.
KHUMAR MAHENDRA | FIKRI ARIGI | TAMARA AULIA | PN-PALOPO.GO.ID | ANTARA
Pilihan editor: Hari Anak Nasional 2024: 1.138 Anak Binaan Terima Pengurangan Masa Pidana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini