Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli pidana anak, Ahmad Sofian, mengkritik pemeriksaan A atau AG di Polda Metro Jaya sehingga tidak sesuai dengan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. AG adalah pacar Mario Dandy Satriyo, tersangka penganiayaan terhadap anak pengurus Gerakan Pemuda Ansor, bernama inisial D. Hingga kini, D mengalami koma dan kondisinya terus membaik. D dirawat di rumah sakit di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen hukum Universitas Binus itu khawatir, jika ada yang melaporkan ke Komite Hak Asasi Manusia Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemeriksaan AG ini bisa menjadi catatan. Sebab, ada penanganan yang salah pada anak yang sedang berhadapan dengan hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Sofian menyayangkan pemeriksaan perdana AG di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak atau Unit PPA Polda Metro Jaya terekspose media, meski sudah dalam pengawalan ketat. Sofian menilai di luar kesalahan yang dilakukan AG, mekanisme penanganan, dan prosedur penanganan kasus pada AG seharusnya tetap ramah anak.
"Dia difoto, direkam, yang menunjukkan pemeriksaan AG, anak berhadapan dengan hukum itu tidak ramah anak. Seharusnya anak tidak boleh diperlihatkan pada media dengan alasan apa pun. Itu sudah melanggar," kata Sofian kepada Tempo, Senin, 13 Maret 2023.
Meski wajah AG ditutup atau diblur, kata Sofian, tetap tidak dibenarkan. Menurut dia, perlindungan identitas anak mencakup segala aspek termasuk tidak menunjukkan ke khalayak umum.
Seharusnya, kata dia, Polda Metro membaca situasi bahwa jika pemeriksaan berlangsung di Unit PPA, pasti akan terendus media masaa. "Pemeriksaan yang dianggap ramah adalah dengan silent investigation, penyidik mendatangi anak, bukan anak yang datang ke penyidik," kata dia.
Baca juga: Saksikan Langsung Rekonstruksi, Pengacara David Inginkan Mario Dandy Dihukumkan Seberat-beratnya
Perlindungan identitas anak bukan soal penampilan fisik
Ahmad Sofian mengatakan silent investigation bukan semata-mata berlaku pada AG, tapi untuk semua anak yang berkonflik dengan hukum, dan bersinggungan dengan lembaga penegak hukum. Menurut dia, perlindungan identitas anak bukan soal penampilan fisik yang tertutup, atau dia sudah mengenakan masker. "Bukan itu. Identitas itu semua, dan tidak menampilkan di depan umum. Ditampilkan pada media itu kan di depan umum,” tutur Ahmad Sofian.
Ia juga mengkritik penyampaian ke publik soal penahanan AG. Sofian menilai kepolisian tidak netral dan masih ada campur tangan pihak lain dalam penyelesaian kasus ini. Ia menduga penyidik tidak objektif lagi dalam menangani kasus AG.
"Saya melihat ada tekanan dari organisasi atau dari pihak tertentu untuk mendesak kepolisian menahan AG. Menurut saya tidak bisa begitu. Penahanan AG mestinya normatif, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bukan dari tekanan dari organisasi,” kata dia.
Dalam Undang-undang Sistem Peradilan Anak, menurut Sofian, anak bisa tidak bisa ditahan jika berusia di bawah 14 tahun. Sedangkan AG berusia 15 tahun.
Menurut dia, ada dua kemungkinan mengapa pelaku anak ditahan. Pertama karena alasan tidak adanya jaminan dari wali atau orang tua yang menyatakan AG tidak akan melanggar lagi. Kedua, kata Ahmad Sofian, karena alasan untuk jaminan keselamatan anak.
Pilihan Editor: Paman David Soal Rekonstruksi Penganiayaan oleh Mario Dandy: Kami Serahkan ke Penyidik dan LBH GP Ansor
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.