Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Detensi milik Kantor Imigrasi Kelas II TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi) Ranai, Natuna, Kepulauan Riau tidak berpenghuni selama dua tahun. Bangunan yang tidak berfungsi itu terletak di halaman belakang kantor Imigrasi Ranai, cat tembok warna putih pada gedung sudah kusam dan mengelupas di setiap sisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pantauan Tempo di lokasi, satu unit mobil Suzuki Carry 1.5 warna biru dongker terpakir di teras depan dengan kondisi empat bannya sudah kempis. Dari dalam gedung juga tampak berantakan kurang terurus karena tidak ada tahanan yang ditempatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kenapa belum terfungsikan? Memang lagi kosong tidak ada penangkapan," kata Kepala Seksi Lalu Lintas Izin Tinggal Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi) Ranai, Tedy Wibisono, saat ditemui di kantornya, Jumat, 30 Agustus 2024.
Dia menjelaskan, penangkapan biasanya dilakukan oleh TNI Angkatan Laut dan Bakamla (Badan Keamanan Laut). Mereka yang ditahan biasanya nelayan asing karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.
Tedy menuturkan, rumah detensi itu sudah ada sejak sembilan tahun lalu atas hibah dari International Organization for Migration (IOM). Tahanan yang masuk rumah detensi juga pelimpahan dari penangkapan oleh aparat yang berpatroli di laut.
Sayangnya ruang detensi tersebut tampak tidak terawat meski kosong selama dua tahun. Tedy menuturkan dalam waktu dekat belum ada rencana perbaikan bangunan tersebut.
"Sejauh ini belum ada, paling nanti kami benahi kalau ada tahanan lagi," ujarnya.
Dari dalam bangunan, rumah detensi Imigrasi Ranai memiliki empat sel dengan kapasitas 20-30 orang per sel. Di dalam sel terdapat kamar mandi dan juga tempat penyimpanan.
Di luar empat sel itu terdapat dua ruangan yang difungsikan sebagai dapur umum. Namun kondisi sel, kamar mandi, dan dapur umum itu berantakan, banyak barang bekas, serta debu yang tebal.
Ruang tahanan itu memiliki langit-langit tinggi dan terdapat ventilasi di sisi atap untuk sirkulasi udara dan pencahayaan dari luar. Ketika pencahayaan masuk dari ventilasi dalam keadaan lampu mati, setiap sel masih gelap.
Tedy Wibisono menjelaskan, nantinya rumah detensi itu akan dibersihkan lagi ketika ada tahanan yang masuk. Alas seperti tikar atau kasur juga akan diberikan agar penempatan mereka tetap layak.
"Kami memperlakukannya bukan sebagai tahanan, walaupun memang di dalam," tuturnya.
Dari pengalamannya selama bertugas di Imigrasi Ranai, Tedy melihat mereka yang ditahan itu mayoritas Anak Buah Kapal (ABK). Mereka mengaku sebagai korban, karena dalang untuk memancing ikan secara ilegal di perairan Natuna atas perintah kapten kapal.
"Mereka (ABK) percuma juga mau kabur ke mana? Justru mereka ingin cepat pulang, bukan mau kerja lagi," ucap Tedy.
Mereka yang melanggar administrasi imigrasi dapat diberikan sanksi berupa deportasi. Apabila ada pelanggaran lain karena melakukan tindak pidana, maka penegakkan hukum tetap dilanjutkan menurut hukum pidana di Indonesia.