Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL-- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, laksana karpet merah bagi pelaku koperasi dan UMKM di tengah pandemi COVID-19. Secara subtansi aturan tersebut memuat ketentuan kemudahan bagi pelaku UMKM di tanah air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 3 Februari 2021 itu merupakan aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja, juga mengatur ketentuan terkait efisiensi biaya dalam pendirian koperasi, mendorong koperasi melakukan modernisasi dan digitalisasi, pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan koperasi berdasarkan prinsip syariah, menciptakan dan menumbuhkan wirausaha baru, integrasi UMKM dalam Global Value Chain, serta mendorong UMKM naik kelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara keseluruhan, PP berisi 10 bab yang terdiri dari 143 pasal. Dengan ditetapkannya PP ini, pemberian kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan UKM dapat lebih optimal, komprehensif, dan dapat terkoordinasi dengan baik. PP diharapkan mampu mendorong koperasi dan UMKM agar semakin tangguh dan kuat serta dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
“Koperasi dan UMKM dalam UU Cipta Kerja mendapatkan perhatian khusus, sehingga diharapkan mereka dapat menjalankan usahanya dengan kepastian dan dapat bertumbuh menjadi usaha yang tangguh,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim.
Menurut Arif, poin-poin yang diatur dalam PP Nomor 7 Tahun 2021 sudah mengatur semua yang menjadi cakupan klaster koperasi dan UMKM dalam UU Cipta Kerja.
Terkait kemudahan, pelindungan dan pemberdayaan UMKM, pada PP ini telah diatur mengenai perubahan kriteria UMKM sehingga dapat sesuai dengan kondisi terkini. Perubahan kriteria UMKM saat ini perlu dilakukan, mengingat aturan mengenai kriteria UMKM belum mengalami perubahan selama 12 tahun.
Salah satu prioritas KemenkopUKM yang akan dilakukan melalui PP adalah penyusunan basis data tunggal usaha mikro, kecil, dan menengah yang akurat. Penyusunan data tunggal ini akan bekerja sama dengan BPS untuk melakukan sensus, tidak untuk menghitung jumlah tapi untuk mendapatkan data UMKM by name by address.
Kemudahan lain bagi UMK yang diatur dalam RPP ini adalah perizinan berusaha. UMK nantinya diberikan kemudahan dalam proses perizinan dimana untuk UMK yang memiliki risiko rendah terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan akan diproses dalam perizinan tunggal yang terdiri dari perizinan berusaha, sertifikat jaminan halal, dan sertifikat nasional Indonesia.
”Pengaturan perizinan usaha bagi UMK akan membawa terobosan yang cukup penting, yaitu UMK tidak akan dikenakan biaya untuk mengurus perizinan berusaha dan pemenuhan sertifikat standar dan izin,” kata Arif.
Sementara dalam hal pemberdayaan bagi UMKM, diatur mengenai penyelenggaraan basis data tunggal UMKM, penyediaan tempat promosi, dan pengembangan usaha UMKM, pada infrastruktur publik, pengelolaan terpadu UMK, fasilitasi HaKI, jaminan kredit program, pengalokasian 40 persen pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat dan daerah untuk UMK.
Dengan masuknya koperasi dan UMKM ke infrastruktur publik seperti bandara, rest area, dan stasiun kereta api, juga akan meningkatkan daya saing dan omzet pelaku UMKM. Misalnya, UMKM yang masuk ke bandara akan melalui kurasi sehingga bersaing dengan produk-produk lain yang dipamerkan di dalamnya.
“Mengenai poin ini, kami akan bekerjasama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar KemenkopUKM dan akan dituangkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB),” ujar Arif.
Arif juga menekankan pelaksanaan pelatihan kewirausahaan yang lebih mengedepankan sistem inkubasi. Model pelatihan on off akan ditinggalkan dan pelatihan akan membentuk pelaku usaha yang mampu mengawal pembentukan wirausaha pemula.
Ada pula soal kemitraan dengan usaha besar, pemberian kemudahan dan insentif, penyediaan pembiayaan, penciptaan wirausaha baru melalui penyelenggaraan inkubasi, serta dana alokasi khusus bagi pemerintah daerah.
Dalam hal kerja sama, dengan usaha besar, dilakukan melalui kemitraan strategis agar UMKM bisa masuk dalam rantai pasok, termasuk di dalamnya bagi UKM di sektor manufaktur dan industri. Lalu, ada optimalisasi Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT)KUKM sebagai pusat promosi dan inkubasi serta penyediaan pusat kuliner di lima kawasan destinasi super prioritas yang jika di daerah bisa diimplementasikan di destinasi wisata lokal.
Sementara bagi koperasi, PP ini banyak termuat pasal-pasal yang memberikan kemudahan atau keringanan. Salah satunya pada Pasal 3 terkait dengan pendirian koperasi. Jelas dituliskan bahwa untuk mendirikan sebuah Koperasi Primer hanya dibutuhkan orang paling sedikit 9 orang. Sementara dulu untuk mendirikan koperasi dibutuhkan orang hingga puluhan dengan proses yang rumit.
Selanjutnya, Pasal 19 terkait dengan perlindungan bagi koperasi di mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi, serta menetapkan bidang dan sektor usaha di suatu wilayah. Dengan begitu, tidak ada tumpang tindih usaha dengan badan usaha lain di suatu wilayah sama. Yang diperbolehkan adalah sinergi dan kolaborasi usaha.
Dalam PP ini juga memberikan kemudahan bagi pelaku koperasi untuk bisa melakukan RAT (Rapat Anggota Tahunan) secara daring. Di samping itu, denganadanya pembaharuan dalam hal sistem pelaporan secara elektronik tersebut akan memudahkan Kementerian Koperasi dan UKM dalam pengawasan.
Tak hanya poin kemudahan pendirian koperasi, pelaporan, dan koperasi syariah, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah dalam aturan tersebut juga melakukan pelindungan dan pemberdayaan bagi koperasi mulai dari aspek kelembagaan, kapasitas SDM, pendampingan, penyediaan skema pembiayaan, produksi (teknologi, pasokan, sarana), usaha, dan pemasaran.
Setelah PP tersebut disahkan, Kementerian Koperasi dan UKM berkewajiban untuk menyosialisasikan PP tersebut kepada berbagai pihak. Tujuan sosialisasi tentu agar berbagai aturan yang dimuat dalam PP dapat dimanfaatkan dengan optimal, baik oleh pelaku koperasi dan UMKM, maupun oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, serta dinas yang membidangi koperasi dan UKM.
Tentu sosialisasi tersebut tak dapat berjalan secara optimal jika hanya dilaksanakan KemenkopUKM. "Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dan kerja bersama berbagai pihak agar sosialisasi PP tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal," kata Arif. (*)