Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah memiliki visi menyediakan akses air bersih untuk seluruh masyarakat Indonesia pada 2030, sesuai dengan target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Mendukung tujuan tersebut, Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) didukung The Coca-Cola Foundation bersama USAID IUWASH PLUS (Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene, Penyehatan Lingkungan Untuk Semua) menjalankan program Master Meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui program ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tidak dapat dijangkau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) karena aspek legalitas, dapat mengakses layanan air bersih. Implementasi program ini turut menggandeng pemerintah daerah, perusahaan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta masyarakat setempat melalui Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Surabaya, Jawa Timur, program Master Meter dilakukan sejak 2019 dengan memasang 23 unit alat meter induk untuk mengaliri 4.500 jiwa. Sukses di Ibu Kota Jawa Timur tersebut, program berlanjut ke Kota Medan, Sumatera Utara.
Ketua Pelaksana Coca-Cola Foundation Indonesia, Triyono Prijosoesilo, mengatakan program ini sejalan dengan visi perusahaan, yakni berkontribusi melalui Program Air untuk Masyarakat (Community Water Program) untuk menyediakan akses air bersih kepada masyarakat. “Air bersih merupakan dasar terbangunnya masyarakat yang lebih sehat dan pintar,” ujarnya dalam webinar Tempo Sustainability Dialogue bertema “Kolaborasi Multi-Stakeholders dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Air Bersih untuk Masyarakat,” Rabu, 22 Desember 2021.
Cara kerja sistem ini dengan memasang alat Master Meter pada pipa utama milik PDAM yang berdekatan dengan permukiman warga. Dari alat induk itu, kemudian didistribusikan melalui pipa yang dikembangkan sendiri oleh warga secara swadaya dibantu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Pemeliharaan pipa ini menjadi tanggung jawab bersama. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) bertindak sebagai pengelola yang memungut tarif per bulan dari warga untuk disetorkan kepada PDAM.
Menurut Alifah Sri Lestari, Deputy Chief of Party USAID IUWASH PLUS, Master Meter memungkinkan warga mendapat akses air bersih dari PDAM dengan tarif lebih murah. Sebelumnya warga harus membeli air bersih dari penjual dengan harga Rp2.000 per jerigen. Jika kebutuhan tiap rumah mencapai 3 jerigen per hari, maka total biaya per bulan mencapai 180 ribu rupiah. “Sedangkan kalau ikut program ini hanya sekitar Rp 50 ribu per bulan. Kualitas air juga lebih bersih,” ujarnya.
Terpilihnya Surabaya dan Medan, kata Alifah, karena tipikal dua kota besar tersebut serupa. “Besar, padat, dan banyak yang tinggal di kawasan kumuh, ilegal,” ucapnya.
Menurut dia, program Master Meter ini juga bisa diaplikasikan di kota-kota lainnya. Namun, harus melakukan assessment terlebih dahulu sekaligus melihat kekuatan kapasitas PDAM di kota tersebut.
Keberlangsungan program ini mendapat apresiasi dari Koordinator Lintas Bidang Air Minum dan Sanitasi, Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Nur Aisyah Nasution. “Inisiatif-inisiatif seperti ini yang patut dikembangkan,” ucapnya.
Data Bappenas pada 2020, menunjukkan sistem perpipaan nasional baru mencapai 20,69 persen dengan 19 provinsi masih memiliki akses di bawah rata-rata nasional. Akses air minum perpipaan terendah adalah Provinsi Lampung (4,57 persen) dan akses air minum perpipaan tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Riau (64,61 persen).
“Memang, 90 persen masyarakat telah mengakses air, tapi 70 persen dari hasil sumur gali. Sedangkan sesuai SDG’s, terminologi air bersih yakni yang layak minum. Air sumur tidak menjamin kebersihan air tersebut dari kontaminasi zat berbahaya” kata Nur Aisyah.
Webinar yang dapat disaksikan di akun Facebook dan YouTube Tempo ini turut menghadirkan Direktur Utama PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, Kabir Bedi dan Direktur Utama PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, Arief Wisnu Cahyono. (*)