Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan

Beragam Insentif Pajak Bumi Bangunan pada Era Heru

Selain pembebasan pajak untuk NJOP rumah hunian hingga 2 miliar rupiah, ada insentif 50 persen dan nilai tertentu. Ada juga insentif lain karena wajib pajak mengalami kondisi tertentu.

19 Juli 2024 | 16.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Lebih dari seribu komentar membanjiri sebuah unggahan di akun Instagram @humaspajakjakarta. Penyebabnya, judul unggahan itu sangat menarik perhatian warganet, yakni “Pembebasan Pajak PBB-P2 100%. Cek Kriterianya, yuk!”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagian warganet menanyakan syarat mendapatkan fasilitas tersebut dengan kondisi tertentu. Misalnya nama pemilik sudah meninggal dan rumah tersebut merupakan warisan. Ada pula yang minta keringanan karena memiliki beberapa aset. Contohnya pemilik akun @dya_tii yang bertanya, “Apakah bisa minta pengurangan jika objek pajaknya lebih dari satu?”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejauh yang masyarakat pahami, memang setiap rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 2 miliar membayar nol rupiah atau gratis. Namun, kebijakan tersebut berubah, setelah terbit Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 16 Tahun 2024.

Ada sederet perubahan dalam aturan tersebut, yaitu hunian dengan NJOP sampai dengan Rp 2 miliar akan dibebaskan dari pembayaran PBB-P2. Namun, hal itu hanya berlaku untuk satu objek pajak saja.

Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memastikan, penerapan pemungutan PBB untuk NJOP di bawah Rp 2 miliar tidak akan berdampak kepada masyarakat kelas bawah.

"Untuk masyarakat yang di bawah itu kan tidak terkena apa-apa gratis. Kalau dia rumah satu gratis. Semuanya terkena setelah rumah kedua, ketiga, dan seterusnya," kata Heru sebagaimana dinukil dari Tempo.co, Juni 2024.

Kebijakan di atas termasuk kategori Pembebasan 100 persen. Artinya, regulasi terbaru ini tetap memberikan insentif lain seperti Pembebasan 50 persen dan Pembebasan Nilai Tertentu.

Melalui jawaban tertulis kepada Info Tempo pada 1 Juli 2024, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan  kriteria untuk mendapatkan insentif Pembebasan Pokok 100 persen, yakni: 

  1. Objek rumah yang kena pajak merupakan milik orang pribadi atau individu; 
  2. Berlaku untuk hunian dengan NJOP sampai dengan Rp 2 miliar; 
  3. Hanya diberikan untuk satu objek PBB P-2; 
  4. Apabila wajib pajak mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan akan diberikan kepada NJOP terbesar, sesuai kondisi data dalam sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2024.

Selanjutnya, insentif untuk Pembebasan Pokok 50 persen, kriterianya sebagai berikut: 

  1. PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar nol rupiah; 
  2. Tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan 100 persen;
  3. Bukan termasuk PBB-P2 yang baru ditetapkan pada tahun pajak 2024. 

Sedangkan insentif untuk Pembebasan Nilai Tertentu dapat diberikan dengan kriteria sebagai berikut: 

  1. PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari nol rupiah; 
  2. Kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25 persen dari PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023; 
  3. Tidak memenuhi ketentuan kriteria untuk diberikan pembebasan 100 persen;
  4. Bukan termasuk objek PBB-P2 yang mengalami penambahan luas bumi dan/atau bangunan;
  5. Bukan termasuk Objek PBB-P2 yang telah dilakukan perekaman data hasil penilaian individual yang baru ditetapkan untuk tahun pajak 2024.

Menurut Lusiana, selain ketentuan di atas, ada lagi insentif yang diberikan kepada yang memenuhi kriteria berikut ini:

  1. Wajib pajak orang pribadi yang dikecualikan dari pemberian pembebasan pokok (Objek PBB Baru Tahun 2024, Objek PBB-P2 yang mengalami penambahan luas bumi dan/atau bangunan, dan Objek PBB-P2 yang telah dilakukan perekaman data hasil penilaian individual yang baru ditetapkan untuk ketetapan tahun pajak 2024);
  2. Wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-P2 sulit dipenuhi;
  3. Wajib pajak Badan yang mengalami kerugian atau penurunan aktiva bersih pada tahun pajak sebelumnya;
  4. Wajib pajak yang objek pajaknya terdampak bencana alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau bencana non-alam.

Bagaimana cara mendapatkan insentif tersebut? “Dalam hal ini, wajib pajak perlu mengajukan permohonan melalui website Pajakonline.jakarta.go.id.,” ucap Lusiana. Saat mendaftar, seorang wajib pajak harus melampirkan bukti penting. Bisa berupa surat pernyataan dari wajib pajak yang menyatakan bahwa Objek PBB-P2 terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau bencana non-alam.

Bisa juga berupa surat keterangan dari instansi terkait atau dokumen yang sejenis sebagai bukti pendukung yang menyatakan bahwa Objek PBB-P2 terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara, kerusuhan, dan/atau bencana nonalam.

“Pengurangan pokok tersebut didapat paling tinggi 100 persen dari PBB-P2 yang harus dibayar yang tercantum dalam SPPT. Adanya kebijakan insentif pajak tersebut untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2, melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga dapat lebih tepat sasaran,” tutur Lusiana.

Ia juga mengingatkan, SPPT PBB-P2 telah diterbitkan secara bertahap sejak 4 Juni 2024. Lusiana mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan keringanan pembayaran PBB-P2 yang diberikan secara otomatis jika melakukan pembayaran dalam periode yang disyaratkan.

Patut diketahui, ada diskon PBB 10 persen pada periode pembayaran 4 Juni-31 Agustus 2024 untuk PBB ketetapan 2013-2024 . Sedangkan kalau membayar antara 1 September-30 November 2024 untuk PBB ketetapan 2013 sd 2024 akan mendapat diskon PBB sebesar 5 persen.

“Adapun, jatuh tempo pelaporan PBB-P2 2024 pada 30 November. Untuk mendapatkan ESPPT hanya dapat dilakukan melalui pajak online,” terang Lusiana.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah, menilai, kebijakan baru Heru Budi pada 2024 ini terkait dengan perubahan status Jakarta yang kelak bukan lagi ibu kota negara.

"Sekarang diberi tarif kembali, karena Jakarta enggak jadi ibu kota lagi. Itu kaitannya dengan pendapatan, Ini menunjukan bahwa pemerintah yang dipimpin Heru Budi Hartono sedang mencari pemasukan daerah,” ungkapnya.

Trubus pun menepis kebijakan ini dikaitkan dengan pemulihan ekonomi sesudah pandemi Covid-19 berlalu. Pasalnya, pada era gubernur sebelumnya sudah diberlakukan dengan cara menggratiskan semua pembayaran pajak untuk hunian dengan nilai aset di bawah Rp 2 miliar. (*)

Sandy Prastanto

Sandy Prastanto

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus