Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cegah Covid-19, Petani Jahe Tanami Areal Bekas Lahan Gambut Terbakar

Sodik berhenti membakar lahan setelah kenal metode Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang didapat dari Badan Restorasi Gambut (BRG).

26 Maret 2020 | 12.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petani jahe di lahan gambut bangkit tanami areal bekas terbakar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL — Saat pandemi Covid-19, jahe jadi tanaman paling dicari karena semua orang ingin meningkatkan daya tahan tubuh. Kearifan lokal bangsa Indonesia mengajarkan bahwa mengonsumsi tanaman rimpang seperti kunyit, jahe, dan temulawak dapat membantu meningkatkan imun tubuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terkait hal ini dan seturut merebaknya pandemi Covid-19, maka tanaman rimpang menjadi langka dan Jahe termasuk di dalamnya. Harga jahe pun melambung tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jauh di pelosok Kalimantan Barat, Muhammad Sodik (46 tahun), petani dari dusun Kopak, desa Bengkarek, di Kabupaten Kubu Raya, memetik keuntungan besar dari tanaman jahe di lahan pertaniannya. Bertanam jahe menyimpan cerita tersendiri baginya.

Sebagai warga eks pengungsi konflik etnis di Sambas tahun 1999, tentu tak mudah bagi Sodik dan keluarga untuk memulai kehidupan baru. Dia dan keluarga beserta warga pengungsi lainnya berpindah ke Kubu Raya dan mendapatkan lahan untuk tinggal dan digarap. Lahan tersebut sebagian besar adalah gambut.

Belasan tahun M. Sodik menggarap lahan yang ditanami jagung dan sawit dengan cara membakar. Sebab, cara itulah yang dianggap paling mudah dan murah untuk menyuburkan tanah gambut.

Namun hal itu bukan tak berisiko, terbukti pada tahun 2015 lahan miliknya dan warga lain yang sudah ditanami banyak yang terbakar. Hingga 2017, M. Sodik juga masih menggarap lahan dengan cara membakar walaupun dilakukan secara terkendali.

Sodik baru berhenti membakar lahan setelah mengenal metode Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) yang didapatnya dalam Sekolah Lapang Petani yang diselenggarakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG).

Sepulang dari Sekolah Lapang, M Sodik menyiapkan lahan tak jauh dari rumahnya, seluas satu hektare untuk dijadikan demplot. Di lahan tersebut, ia beserta kelompok tani Bengkarek Jaya I menanam jahe serta berbagai jenis tanaman holtikultura lainnya.

Metode PLTB dengan pupuk cair organik F1-Embio yang diterapkan kelompok ini pada lahan demplot membuahkan hasil yang memuaskan. Tanaman-tanaman itu tumbuh subur. Bahkan jahe yang ditanam di lahan demplot tersebut sempat panen hingga menghasilkan 300 kilogram.

Keberhasilan M. Sodik tentu berkat formula F1 Embio yang ditemukan oleh Joko Wiryanto, seorang praktisi pertanian lahan gambut asal Kubu Raya, Kalimantan Barat.

F1 Embio adalah pupuk cair yang dibuat dari bahan-bahan non-kimia yang mudah didapatkan. Misalnya nanas, gula pasir, tepung sagu, kepala udang serta kotoran ayam. Bahan-bahan tersebut dimasak serta difermentasi. Tidak hanya di Kalbar, Pak Joko juga melatih metode PLTB dengan F1 Embio di Kalsel, Riau hingga Papua.

Tidak hanya di Kalbar, Di Desa Karya Tani, Indragiri Hilir Riau, Kelompok Karya Tani Mas menanami lahan demplot mereka dengan 900 rumpun jahe merah. Sebentar lagi tanaman jahe ini akan dipanen. Di Desa Ganesha Mukti, Kabupaten Banyuasin, kepala desa menggalakkan penanaman kunyit dan jahe merah di lahan pekarangan warga.

“Sejak awal kami mendorong petani gambut untuk menanam tanaman obat keluarga dan memanfaatkan lahan pekarangan, di banyak tempat lahan gambut tipis potensial ditanami jahe. Tentu saja kami meminta petani menjalankan pelajaran dari Sekolah Lapang, yaitu tidak membakar dan menggunakan pupuk non-kimia,” kata Kepala Sub-Kelompok Kerja Peningkatan Partisipasi Desa Gambut BRG, Muhammad Yusuf. (*)

Bahasa Prodik

Bahasa Prodik

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus