Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO METRO – Sertifikat tanah merupakan muara dari kegiatan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah sendiri, dimulai dari proses pengukuran serta pembuatan peta, yaitu gambaran dari suatu wilayah, yang di dalamnya memuat skala, legenda, serta identitas lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembuatan peta pertanahan ini, menjadi salah satu tugas utama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Penyelesaian Peta Dasar Pertanahan (PDP) sudah menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi demi mendukung suksesnya PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap). "Kami menargetkan penyelesaian PDP dapat selesai pada tahun 2022, guna mendukung target PTSL yang ditargetkan selesai pada tahun 2025," ujar Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Agus Wahyudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, apa itu Peta Dasar Pertanahan? Dalam business process Kementerian ATR/BPN, dikenal dua jenis peta, yakni Peta Dasar Pertanahan (PDP) dan Peta Tematik Pertanahan. Contoh peta tematik dapat dijumpai di dalam sertifikat tanah yang Anda miliki.
Sementara PDP atau peta dasar merupakan suatu peta yang menjadi dasar untuk membuat peta tematik pertanahan, yang temanya lebih dari 20 jenis. Artinya, peta tematik ini hanya bisa dibuat jika peta dasar sudah tersedia.
Agus Wahyudi menjelaskan, peta dasar merupakan base map dalam konsep one map policy Kementerian ATR/BPN. "Peta dasar merupakan kebijakan satu petanya Kementerian ATR/BPN. Untuk itu, ini menjadi dasar dalam kegiatan pemetaan kita," ujarnya.
Agus mengungkapkan bahwa pembuatan PDP, hingga akhir tahun 2018 sudah mencapai 49,05 persen. Menurutnya, persentase itu sudah mencakup 31,54 juta hektare luas wilayah daratan di seluruh Indonesia. "Kami merencanakan pada tahun 2019 ini ada tambahan cakupan sebanyak 3,8 juta hektare atau 4,8 persen," kata Agus.
Kementerian ATR/BPN juga bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dalam hal Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).
"Ketersediaan CSRT, berdasarkan raw data dari LAPAN, mencakup 51,17 juta hektare atau 79,55 persen," kata Agus Wahyudi.
Berdasarkan data dari Direktorat Pengukuran dan Pemetaan Dasar, area yang belum tersedia CSRT LAPAN seluas 13,15 juta hektare atau 20,45 persen. Menurut Agus, kekurangan data CSRT ini tidak dapat dikejar secara business as usual. "Untuk memenuhi 13 juta hektare, dalam tiga tahun harus dilakukan pemetaan empat juta hektare per tahun secara proaktif. Ini tidak mungkin dapat dicapai jika kita menunggu akuisisi CSRT oleh LAPAN," ujar Agus.
Untuk memenuhi target CSRT tersebut, kata Agus, kegiatan pemotretan dapat dilakukan dengan pesawat berawak atau nirawak. Semua dilakukan demi mendukung target PTSL yang ditargetkan selesai pada tahun 2025. (*)