Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iklan

Dana Indonesiana dan Dukungan Filantropi

Terdapat tiga skema keterlibatan filantrop dalam mendukung program Dana Indonesiana

17 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni terbukti bisa berdampak positif bagi masyarakat. Beragam inisiatif seni di Nusantara mendorong kebebasan berekspresi dan inklusi sosial karena menyediakan ruang dialog serta refleksi terhadap lingkungan. Seni membantu menyembuhkan trauma, menjadi bagian penting gerakan melawan ketidakadilan, dan menyuarakan yang terpinggirkan. Semasa pandemi, seni berperan besar memperkuat resiliensi masyarakat menghadapi krisis; merawat kewarasan saat semua di rumah saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sayangnya, belum banyak orang menyumbang untuk seni alias menjadi filantrop seni. Survei rumah tangga di sebelas kota yang dilakukan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) pada 2007 menemukan hanya 3 persen responden menyumbang untuk seni. Lebih lanjut, data Indonesia Philantropy Outlook yang dirilis oleh Filantropi Indonesia pada 2022 menunjukkan bahwa seni hanya menempati urutan ke-12 dari 18 sektor yang diminati oleh lembaga filantropi di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya formal menarik para filantrop untuk mendukung kesenian perlu ditingkatkan. Pada 2017, Badan Ekonomi Kreatif bersama Filantropi Indonesia dan Koalisi Seni meluncurkan Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan untuk menggalang inisiatif filantropi khusus untuk sektor seni budaya. Berbagai kebijakan insentif pajak juga terus didorong, seperti masuknya seni sebagai salah satu sektor sumbangan yang bisa mendapatkan pengurangan pajak dalam PP Nomor 93 Tahun 2010. Kita perlu mengadvokasi agar PMK Nomor 128/PMK.010/2019 yang mengatur insentif pajak untuk pendidikan vokasi mencakup pendidikan vokasi terkait seni budaya yang lebih luas, termasuk seni pertunjukan, film dan sastra. 

Kesempatan merangkul para filantrop untuk ikut memajukan kebudayaan terbuka lebar sejak diluncurkannya program Dana Indonesiana pada 2022. Pengelolaan program Dana Indonesiana dengan sumber utamanya dana abadi kebudayaan, dirancang untuk membuka akses seluas-luasnya pada inisiatif pelaku seni dengan menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Metode pengelolaan hibah tersebut untuk menumbuhkan berbagai contoh praktek baik. Ini memerlukan kesungguhan kolaborasi antara pelaku seni dan pemerintah. Kesuksesan program yang difasilitasi Dana Indonesiana ini akan menginspirasi dan membangun kepercayaan para filantrop bahwa seni, objek pemajuan kebudayaan esensial, adalah sektor yang juga perlu didukung.

Bayangkan Indonesia yang lebih baik dan penduduknya bahagia. Seni dapat berkontribusi besar untuk mewujudkan itu.  Diyakini bahwa eksposur terhadap seni berpotensi membuat orang lebih logis, kritis, imajinatif, inovatif, dan toleran. Kita perlu mengakomodasi dan mengelaborasi elemen-elemen positif seni dalam merancang masa depan, menelurkan solusi bagi berbagai tantangan. Ini adalah undangan terbuka bagi publik dan sektor swasta untuk bersama para pegiat seni dan pemerintah, menghidupkan ladang simbiose mutualistik yang subur. Kualitas seni perlu terus didukung agar masyarakat semakin sadar bahwa seni bagian penting kehidupan. 

Untuk memulainya, telah dipikirkan tiga skema keterlibatan para filantrop dalam mendukung program Dana Indonesiana agar lebih optimal memfasilitasi kegiatan seni budaya. Pertama, filantrop dapat menyumbang langsung pada Dana Indonesiana, yakni menambah jumlah modal dana abadi kebudayaan yang dikelola pemerintah. Ini sejalan dengan konsep awal pembentukan dana abadi kebudayaan yang memungkinkan sumber pendanaan di luar APBN.

Kedua, para filantrop dapat membentuk pengelolaan dana abadi independen dari skema Dana Indonesiana. Pilihan ini akan memperluas kesempatan bagi pelaku seni budaya untuk memperoleh dukungan. Berbagai metode pengelolaan dana abadi independen ini nantinya bisa memunculkan best practices baru untuk pengembangan pengelolaan dan keberlanjutan Dana Indonesiana. 

Ketiga, para filantrop dapat menyelenggarakan program dana padanan (matching fund) untuk melengkapi pembiayaan kebutuhan penerima manfaat Dana Indonesiana. Selain dapat mengoptimalkan implementasi inisiatif dari penerima manfaat Dana Indonesiana, cara ini juga memberikan keleluasaan bagi filantrop untuk memilih penerima dana padanan sesuai dengan preferensinya. Pemikiran-pemikiran ini perlu dielaborasi bersama para pemangku kepentingan agar dapat segera diwujudkan.

Namun demikian, ada tantangan yang mesti diperhatikan agar kolaborasi antara para filantrop dan Dana Indonesiana sukses. Pertama, memastikan mekanisme pemilihan penerima manfaat serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Indonesiana terus membaik dan terjaga. Sebab, kekhawatiran penyalahgunaan dana dan tata kelola yang buruk adalah salah satu penyebab para filantrop belum teryakinkan untuk mendukung sektor seni. Semakin baik persepsi publik akan kualitas pengelolaan Dana Indonesiana dan kualitas hasil kerja pemanfaatan dana, semakin tertarik para filantrop untuk menyumbang.

Kedua, perlu ada kebijakan pemerintah yang mendorong orang mau berlomba-lomba ikut memajukan seni di Indonesia. Penyelarasan peraturan maupun perundangan terkait dana abadi kebudayaan diarahkan untuk memfasilitasi keterlibatan para filantrop. Kesiapan ini bukan hanya akan mengefisiensikan semua sumber daya tetapi juga akan mengakui peran penting filantropi.

Ketiga, pemerintah perlu menjalin komunikasi efektif dengan jejaring filantrop untuk penyampaian informasi mengenai potensi kolaborasi untuk pengembangan Dana Indonesiana, agar misi pemajuan kebudayaan selalu mendapatkan pertimbangan positif dari para filantrop. Tanpa ini, sektor seni akan terus terpinggirkan. Ini penting, sebab seni bukan satu-satunya sektor yang membutuhkan dukungan dari para filantrop. Sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, juga terus bersaing untuk diprioritaskan oleh para filantrop. 

Upaya pemajuan kebudayaan merupakan tanggung jawab kita bersama, termasuk generasi muda. Berlawanan dengan paradigma lama yang memandang kegiatan seni budaya sebagai ‘biaya’, Undang Undang Pemajuan Kebudayaan menegaskan ‘pendanaan untuk pemajuan budaya didasarkan pada pertimbangan investasi.’ Seluruh pemangku kepentingan berpeluang berkolaborasi dan perlu menerima cara pandang bahwa seni budaya berkapasitas transformatif untuk kohesi sosial, keragaman, dan kelestarian lingkungan kehidupan kita yang lebih baik dan berkelanjutan. Bersama-sama kita perlu mempromosikan dan meningkatkan kontribusi filantropi pada sektor seni budaya. (*)

*Penulis: Linda Hoemar Abidin, Ketua Pengawas Koalisi Seni

Iklan

Iklan

Artikel iklan

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus