Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta – PT PLN (Persero) melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang tak henti untuk tetap menghadirkan kebaikan bagi negeri dan menggerakkan ekonomi kerakyatan. Kehadiran pembangkit ini tak sekadar mendukung sistem kelistrikan nasional, tapi juga menghadirkan energi yang menggerakkan masyarakat lokal untuk bisa berdaya dan mandiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama 39 tahun beroperasi, PLTP Kamojang tetap menunjukkan kinerja terbaiknya. Sepanjang tahun 2020 kapasitas produksinya mencapai 2.778 MWh. “PLTP Kamojang masih menjadi salah satu PLTP terbaik di Indonesia. Bahkan PLTP Kamojang POMU ini menjadi contoh dan melakukan transfer knowledge dengan PLTP lain yang ada di Indonesia,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi dalam keterangan tertulis, Senin 26 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLTP Pertama di Indonesia ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pengembangan panas bumi di Indonesia. Jejak kehadirannya dimulai pada 1918, pada saat itu di mana wabah flu Spanyol mengguncang dunia seperti pandemi Covid-19 saat ini.
JB Van Dijk, seorang guru di HBS Bandung, Jawa Barat, merupakan sosok penting yang menandai jejak PLTP Kamojang. Ia merupakan penggagas awal energi panas bumi di era kolonial, kemudian melahirkan pembangkit tenaga panas bumi ini. Gagasannya dimulai dengan satu tulisan berjudul Krachtbronnen in Italie atau Kekuasaan di Italia yang terbit di majalah Koloniale Studien. Keberhasilan Italia memanfaatkan panas bumi untuk energi listrik di Larnderello, Italia Tengah, menginspirasi Van Dijk untuk mendorong Pemerintah Hindia Belanda melakukan hal serupa.
Butuh waktu sewindu, hingga pada tahun 1926 akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menggelontorkan dana untuk melakukan pengeboran di lapangan Kamojang. The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey, perusahaan milik pemerintah kolonial yang ditugasi untuk melakukan pengeboran. Selanjutnya beberapa tahun kemudian, bersama dengan Geothermal Energy New Zealand Ltd, perusahaan asal Selandia Baru, memulai eksplorasi.
Perjalanan menghadirkan energi panas bumi di Kamojang tak singkat. Butuh waktu panjang hingga akhirnya PLTP Kamojang Unit 130 megawatt (MW) berhasil beroperasi pada tahun 1982. Menandai keberhasilan Indonesia yang telah berdaulat sebagai negara merdeka dalam mengikuti jejak Italia yang menginspirasi tulisan Van Dijk. Dalam 5 tahun kemudian, PLTP Kamojang unit 2 dan Unit 3 pun beroperasi mendukung sistem kelistrikan Indonesia di Jawa Barat.
PLTP Kamojang sendiri dengan kapasitas daya yang dihasilkan mencapai 140 MW, terintegrasi bersama dengan PLTP Darajat 55 MW dan PLTP Gunung Salak 180 MW dalam PLTP Kamojang Power Generation O&M Services Unit (POMU) 375 MW. Melalui PT Indonesia Power sebagai anak usaha PLN, operasi dan pemeliharaan PLTP Kamojang POMU kini mengelola total 7 unit PLTP.
Selama ini, PLTP Kamojang POMU juga aktif mengembangkan budi daya tanaman kopi pelag bersama masyarakat sekitar operasi. Kopi dikembangkan secara terintegrasi di kaki Gunung Papandayan oleh mitra binaan. Area tanam ini dikelola, selain untuk kepentingan ekonomi komoditas kopi juga sebagai upaya pencegahan longsor dan area tangkapan air yang selanjutnya berfungsi sebagai natural recharge sumber uap panas bumi.
Tak hanya itu, PLTP Kamojang POMU juga menghadirkan program budi daya ikan nila. Melibatkan pemuda desa di sekitar wilayah operasi, PLTP Kamojang POMU mendorong lahirnya local hero yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Program ini bahkan tak hanya berhenti hingga budi daya nila, namun juga pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan produk nila goreng kemasan yang meningkatkan nilai tambah program.
Selain kopi pelag, dikembangkan juga program budi daya dan pengolahan kopi Kamojang berbasis masyarakat. Melibatkan kelompok rentan seperti janda, program ini menjadi salah satu tumpuan penggerak ekonomi masyarakat. Terintegrasi dengan program budi daya dan pengolahan kopi, dikembangkan pula budi daya Jangkrik yang memanfaatkan limbah Kopi dan pertanian sayur yang ada.
Hasilnya, mitra binaan PLTP Kamojang POMU ini dapat memasarkan produknya toko pakan dan peternak di sekitar Garut dan Bandung. Berbagai program lain yang menambah jumlah penerima manfaat di masyarakat juga dilakukan, seperti pengelolaan Bank Sampah hingga pembuatan Galeri Lapasan Sabilulungan yang jadi sentra pemasaran produk binaan CSR PLTP Kamojang POMU. Galeri ini juga jadi contoh media pemasaran yang efektif memanfaatkan berbagai aplikasi teknologi, untuk mendukung penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Kehadiran PLTP Kamojang POMU tak sekadar mendukung sistem kelistrikan nasional yang terus berkembang serta dinanti keandalannya di tengah pandemi saat ini. Ia juga menghadirkan energi yang menggerakkan masyarakat lokal untuk bisa berdaya dan mandiri, menggerakan perekonomian lokal masyarakat Kamojang, menggerakkan ekonomi negeri. “Tidak hanya menghasilkan listrik yang ramah lingkungan, kami ingin kehadiran PLTP Kamojang dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar,” kata Agung.
Lahirnya visi tentang energi panas bumi bagi kelistrikan di Indonesia 1918 di tengah wabah flu mematikan yang melanda dunia menjadi pengingat bahwa di tengah pandemi Covid-19 ini pun, ada banyak kemungkinan visi yang bisa muncul dari Kamojang untuk kebaikan negeri di masa depan. Bersama PLTP Kamojang POMU, visi itu mungkin dikembangkan dan mengalir seperti aliran energi listrik yang mendukung kemajuan negeri.