Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presidensi G20 Indonesia mendorong seluruh negara pulih bersama dan menghindari penumpukan ketidakseimbangan. Pemulihan ekonomi yang berbeda satu negara dengan yang lain akan berdampak kepada kecepatan normalisasi kebijakan yang berbeda. Kondisi berpotensi menciptakan likuiditas global yang lebih ketat. “Kami menyaksikan semua, ekonomi global telah pulih, tetapi pemulihan tidak merata,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Opening of the 1st Finance Minister and Central Bank Governor Meeting di Jakarta, Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mencapai pemulihan ekonomi dan pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif, semua negara harus mengatasi masalah-masalah ekonomi dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pandemi selama dua tahun telah menyebabkan disrupsi ekonomi global yang dalam, dari sisi penawaran dan permintaan. Perubahan besar seperti pengangguran tinggi, penurunan investasi dan produktivitas rendah. Menurut Sri Mulyani, jika tidak ditangani dengan baik dan cepat akan meninggalkan bekas “luka” yang dalam dan lama.
Bekas luka tersebut dapat menghambat pemulihan sektor swasta dan berdampak kepada keuangan publik dalam jangka panjang. Kondisi ini juga akan mempengaruhi sektor riil dan keuangan. “Pada akhirnya akan menghambat kemajuan menuju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan tangguh,” kata Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam The 1st Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting, 17 Feb 2022. Dok: Youtube Kemenkeu RI.
Untuk itu, diperlukan strategi keluar untuk mengkomunikasikan dan mengidentifikasi mengatasi efek luka memar perekonomian. Yang tak kalah penting adalah memastikan pertumbuhan ekonomi tetap inklusif dan tidak ada negara yang tertinggal.
Agenda lain yang tak kalah penting dalam bahasan Presidensi G20 adalah perubahan iklim. Sri Mulyani Indrawati mengajak anggota G20 berperan dalam memerangi isu ini karena dapat menimbulkan dampak dan ancaman lebih besar dibandingkan pandemi Covid-19.
Isu yang diusung tidak hanya sekedar mengurangi emisi karbon. “Tapi menemukan cara untuk meningkatkan dan mengarahkan lebih banyak pembiayaan untuk investasi dan teknologi berkelanjutan yang memfasilitasi aksi iklim,” kata Sri Mulyani.
Seluruh anggota G20 perlu berkomitmen untuk bekerja sama dan pembiayaan menuju transisi yang adil dan terjangkau. Menurut Sri Mulyani, anggota G20 memiliki kemampuan untuk bangkit dari krisis dan menjadi forum yang kuat mengatasi krisis ekonomi global.
Saat ini, seluruh negara menghadapi berbagai jenis krisis dan telah membuat langkah besar dalam menghadapi fase awal pandemi. Negara anggota G20 perlu mempromosikan produktivitas, meningkatkan ketahanan dan stabilitas serta memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan inklusif.
Sri Mulyani mengatakan pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung perlu didukung upaya kuat untuk mengatasi pandemi Covid-19. Setelah terkontraksi 3,3 persen pada 2020, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia tumbuh 5,9 persen pada 2021 dan 4,4 persen pada tahun ini.
Dalam Presidensi G20 Indonesia juga mendorong peningkatan akses vaksin yang adil dan menjadi prioritas untuk memperkuat pemulihan global untuk pulih bersama dan lebih kuat. Kerja sama global amat penting mengatasi pandemi Covid-19 dan mempersiapkan masa depan. Aspek kesehatan menjadi satu bagian prioritas yang akan dibahas dalam forum dunia ini.
Presidensi G20, kata Sri Mulyani, akan meninjau dan mengevaluasi cara-cara untuk memperkuat sistem kesehatan di tingkat nasional, regional dan global yang lebih tahan dari semua ancaman kesehatan masyarakat. Indonesia akan melakukan brainstorming tentang modalitas pembiayaan dan mengidentifikasi peta jalan yang menjanjikan nilai tambah paling besar bagi kontributor maupun penerima. “Dua area fokus utama dari upaya kolektif kita untuk memperkuat arsitektur kesehatan global,” kata dia.
Menurut Sri Mulyani beberapa hal penting yang sangat relevan bagi Indonesia dan dunia yang dibahas dalam Presidensi G20, yakni seminar high level yang dihadiri para tokoh terkemuka dunia untuk membahas penguatan arsitektur kesehatan global dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kemudian pembahasan sejumlah isu penting, yaitu sustainable finance, krisis iklim, infrastruktur dan perpajakan internasional. “Khusus untuk pajak, dibahas kesepakatan yang menyangkut dua pilar, yaitu perpajakan di sektor digital dan global minimum taxation,” ujarnya.
Negara miskin dan berkembang yang terjerat utang juga masuk dalam pembahasan Presidensi G20. Menurut Sri Mulyani diperlukan kerja sama global dari kreditur untuk memberikan ruang agar negara-negara itu bisa pulih kembali.
Adapun Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan Presidensi G20 Indonesia mendorong pengembangan kualitas tenaga kerja menjadi salah satu prioritas dalam mengatasi dampak berkepanjangan atau scarring effect pandemi Covid-19. “Ada empat isu prioritas yang kami yakini perlu mendapat perhatian dalam upaya mengatasi scarring effect,” ujarnya.
Pertama, kata Perry, mengatasi pengangguran dan mendukung kemampuan baru. Menurut dia, pengembangan kualitas tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran menjadi salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia. Korporasi juga perlu menata ulang kerangka bisnis, struktur keuangan, manajemen, dan ketahanan melalui digitalisasi.
Kedua, realokasi modal untuk mengatasi stagnasi produksi dan mendukung investasi untuk meningkatkan produktivitas. Presidensi G20 Indonesia, kata Perry, juga mendorong realokasi modal dalam rangka mengatasi stagnasi produksi dan operasi serta mendukung investasi untuk meningkatkan produktivitas. Lembaga pembiayaan juga didorong untuk menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan pemberian kredit modal kerja.
Ketiga, menyeimbangkan upaya mengatasi scarring effect untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan. Pada saat yang sama memastikan kesiapsiagaan dan pencegahan pandemi.
Keempat, Perry mendorong otoritas moneter dan fiskal bersinergi untuk memformulasi kebijakan, menjaga stabilitas sistem keuangan atau investasi, infrastruktur, program perpajakan, dan transformasi digital sebagai motor bagi perekonomian untuk tumbuh lebih jauh. Sinergi yang dilakukan untuk menciptakan efektivitas pada program perpajakan, meneruskan pembangunan infrastruktur sekaligus melakukan transformasi digital sebagai basis perekonomian tumbuh lebih lanjut.