Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Kabupaten Sanggau, seperti umumnya daerah lain di Kalimantan Barat terkenal dengan kemajemukannya. Di kabupaten ini, mayoritas masyarakatnya beretnis Dayak dan Melayu Sanggau (Suku Sanggau), diikuti suku Tionghoa dan suku-suku lain dari berbagai daerah di Indonesia. Kendati demikian masyarakatnya hidup berdampingan dan saling bertoleransi. Termasuk di kantong-kantong pemukiman yang memiliki warga cenderung homogen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelurahan Ilir Kota, Kapuas, Sanggau misalnya, ditetapkan sebagai Desa Sadar Kerukunan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat. Di kelurahan ini, mayoritas warganya beretnis Sanggau dan beragama Islam. Namun rumah-rumah ibadah lain berdiri kokoh, bahkan berdampingan dengan masjid. Begitu juga sebaliknya, di kampung-kampung Dayak dan Kristiani, banyak pula berdiri masjid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raja Sanggau, Pangeran Ratu Surya Negara H Gusti Arman menyebut, di Kabupaten Sanggau toleransi serta kerukunan semua suku dan agama sudah terjaga sejak berabad lalu. Moderasi dalam beragama ini berlanjut hingga sekarang. Gusti Arman adalah raja dari Kesultanan Sanggau, yang bercorak Melayu Sanggau dan Islam.
Dia mencontohkan, di Kampung Kantu' yang 99 persen penduduknya muslim berdiri rumah ibadah umat Kristen Protestan. "Tidak pernah sekalipun masyarakat disini mengganggu umat Kristen yang beribadah. Kemudian, ada masjid yang juga berdiri di tengah-tengah kampung non-muslim tapi tidak pernah juga diganggu. Ini artinya, masyarakat Sanggau ini sudah sadar betul pentingnya kerukunan," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Bukti lainnya, di Jalan Kartini, tepian Sungai Kapuas misalnya, Klenteng Tri Dharma milik umat Konghucu berdampingan persis dengan Masjid Al-Ikhlas. "Ini salah satu bukti bagaimana masyarakat Kota Sanggau sangat menjaga kerukunan antar-umat beragama yang didukung penuh oleh pemerintah daerah dengan berbagai kebijakannya," kata dia. (*)