Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Dunia tengah menghadapi berbagai krisis, termasuk degradasi iman dan moralitas. Dalam keyakinan umat Islam, kondisi ini merupakan penggenapan nubuat tentang akhir zaman, sebuah masa penuh ujian dan melemahkan iman. Kehadiran Imam Mahdi diyakini sebagai juru selamat yang akan membangkitkan kembali nilai-nilai keimanan dan moralitas. Lalu, bagaimana Al-Quran membahas sosok ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Secara bahasa, Imam Mahdi berarti pemimpin yang mendapat petunjuk. Ia disebut sebagai juru selamat akhir zaman yang kedatangannya telah dikabarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis tentang Imam Mahdi bersifat mutawatir, diriwayatkan banyak perawi di setiap generasi, sehingga sahih dan tak mungkin direkayasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mirza Ghulam Ahmad. Dok. Istimewa
Perlu diketahui, Al-Quran tidak secara eksplisit menyebut frasa “Imam Mahdi.” Namun, beberapa ayat diyakini menyinggung keberadaan sosok utusan yang akan diutus Allah di masa ketika kerohanian manusia berada dalam kegelapan.
Salah satu ayat yang sering dikaitkan dengan hal ini adalah QS Al-Jumu’ah: 2-3.
Ayat 2:
"Dialah yang telah membangkitkan di tengah-tengah bangsa yang ummi seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka tanda-tanda-Nya dan mensucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.”
Ayat 3:
“Dan (Dia akan membangkitkannya juga pada) kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."
Pada ayat kedua, disebutkan bahwa Allah mengutus seorang rasul di tengah bangsa ummi, yang dalam konteks ini merujuk pada bangsa Arab saat masa kenabian Muhammad SAW, yang umumnya belum mengenal baca tulis.
Menariknya, pada ayat ketiga diawali dengan huruf waw ‘athof yakni kata penghubung “dan”. Apa fungsinya? Waw ‘athof bisa berfungsi menggabungkan antara ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih yang berbentuk kalimat sempurna dalam satu isi berita, namun keduanya tidak terjadi bersamaan. Kalimat “aakhariina minhum: kaum lain dari antara mereka” digabungkan kepada “fil ummiyyiina: di bangsa ummi” dalam satu penisbahan, yaitu kepada “Hual ladzii ba’atsa: Dia lah yang membangkitkan –seorang rasul-”.
Artinya, sebagaimana Dia membangkitkan seorang rasul di tengah-tengah bangsa ummi, Dia juga membangkitkan seorang rasul di tengah-tengah bangsa lain yang belum pernah berjumpa dengan bangsa ummi. Hanya saja kedua pengiriman rasul itu terpaut masa yang cukup lama. Ayat ketiga tidak perlu lagi menuliskan detail kalimat “Hual ladzii ba’atsa: Dia lah yang membangkitkan –seorang rasul-” berkat adanya waw tersebut.
Ayat ketiga membahas nubuat atau kabar masa depan ketika Allah akan kembali membangkitkan seorang utusan di tengah bangsa bukan Arab. Frasa “kaum lain dari antara mereka yang belum pernah bertemu dengan mereka” secara kuat menegaskan bahwa rasul di masa depan tersebut akan dibangkitkan di tengah-tengah bangsa yang belum pernah atau jarang menjalin hubungan dengan bangsa ummi atau Arab yang disebut pada ayat kedua.
Siapakah kaum lain yang dimaksud? Dalam Shahih Bukhari, terdapat hadis yang mengisahkan respons para sahabat ketika ayat ini diturunkan. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang siapa kaum tersebut, tetapi beliau terdiam hingga ditanya berulang kali. Saat itu, di antara mereka ada Salman Al-Farisi, seorang sahabat dari Persia. Rasulullah SAW kemudian meletakkan tangannya di pundak Salman dan bersabda, “Jika iman telah terbang lenyap ke bintang Tsurayya, beberapa orang laki-laki atau seorang laki-laki dari antara mereka ini akan membawanya kembali.” Hadis ini dipahami sebagai petunjuk bahwa kaum lain yang dimaksud dalam QS Al-Jumu’ah: 3 adalah bangsa Persia.
Dalam riwayat hadis mutawatir, sosok yang secara eksplisit disebut akan datang setelah Nabi Muhammad SAW hanyalah Nabi Isa AS. Tradisi kenabian menunjukkan bahwa seorang utusan selalu dikabarkan oleh utusan sebelumnya. Dengan demikian, pencarian sosok lain yang tidak dikabarkan dalam sumber sahih dianggap tidak diperlukan.
Untuk menjelaskan ayat di atas, Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam bukunya Ayyam al-Sulh menulis, “Ada seseorang berkebangsaan Persia yang akan lahir di akhir zaman. Pada masa itu, Al-Quran tinggal tulisannya saja. Itulah zaman Almasih yang dijanjikan. Orang yang berasal dari Persia tersebut adalah Almasih yang dijanjikan itu.”
Menurutnya, sosok yang akan diutus di akhir zaman tidak lain adalah Almasih yang dijanjikan, dan ia pasti berasal dari Persia. Lantas bagaimana dengan Nabi Isa a.s.? Ia diutus ke Bani Israil lebih dari 2.000 tahun lalu, ada satu hal yang perlu dicermati: beliau bukan keturunan Persia. Selain itu, mengingat rentang waktu yang begitu panjang, tidak masuk akal jika Nabi Isa a.s. yang lama masih hidup hingga saat ini. Beberapa ayat dalam Al-Quran pun mengindikasikan kewafatannya.
Dari sini, kesimpulan yang muncul adalah bahwa sosok Isa a.s. yang akan datang di akhir zaman bukanlah Nabi Isa a.s. yang lama, melainkan figur baru yang diberi mandat dan gelar yang sama. Ia harus berasal dari bangsa Persia agar sesuai dengan nubuat dalam Surah Al-Jumu’ah.
Bagaimana kaitannya dengan Imam Mahdi? Berbagai hadis menunjukkan bahwa Isa a.s. yang dijanjikan juga dikenal sebagai Imam Mahdi. Dengan kata lain, ia adalah satu sosok dengan dua gelar: Isa a.s. sekaligus Imam Mahdi.
Hadis berikut menegaskan hal tersebut:
“Kemudian Isa ibnu Maryam turun dengan membenarkan Muhammad di atas agamanya sebagai Imam Mahdi dan Hakim yang adil, lalu ia membunuh Dajjal.” (Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Anillah bin Mughaffal dan Kanzul-Ummal, Juz XIV/38808).
Hadis lain dalam Musnad Ahmad menyatakan:
"Tidak lama lagi, orang yang hidup dari antara kalian akan berjumpa dengan Isa Ibnu Maryam, sebagai Imam Mahdi dan hakim yang adil." (Musnad Ahmad, Juz II, hal. 411).
Hadis yang paling tegas mengenai kesatuan sosok ini terdapat dalam Sunan Ibnu Majah:
"Tidak ada Mahdi, melainkan Isa." (Sunan Ibnu Majah, Juz II, hal. 362).
Ketiga hadis ini menguatkan kesimpulan bahwa Isa a.s. dan Imam Mahdi adalah sosok yang sama. Dengan demikian, meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran, Imam Mahdi tersirat dalam Surah Al-Jumu’ah. Berdasarkan kajian ini, Imam Mahdi adalah seorang keturunan Persia yang menerima mandat sebagai Isa a.s. di akhir zaman. Tugasnya adalah menghidupkan kembali iman yang telah lenyap terbang. (*)
Ammar Ahmad, Shd. | Muballigh Ahmadiyah