Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk kelompok keagamaan. Salah satu yang memiliki kontribusi penting, namun kerap luput dari catatan sejarah arus utama, adalah Jemaat Ahmadiyah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati kehadiran aliran ini masih menjadi polemik di kalangan umat muslim Indonesia, patut diakui Ahmadiyah mengusung ajaran yang menekankan perdamaian, keadilan, dan kesetaraan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemahaman atas ajaran ini mulai berkembang di Indonesia melalui tiga mahasiswa yang membawa pemikiran tersebut dari luar negeri. Mereka adalah M. Ahmad Nuruddin, M. Abu Bakar Ayyub, dan M. Zaini Dahlan, yang menjalani studi di India pada awal abad ke-20 dan berinteraksi dengan Jemaat Ahmadiyah. Ketertarikan mereka terhadap ajaran Mirza Ghulam Ahmad a.s. membuka cakrawala pemikiran baru tentang rasionalitas, keadilan sosial, dan persaudaraan.
Babak berikutnya yang dapat disebut sebagai pijakan pertama Ahmadiyah di bumi Indonesia terjadi pada 1925 melalui kedatangan mubaligh dari India, Rahmat Ali, ke Tapaktuan, Aceh.
Penyebaran ajaran ini secara bertahap menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan toleransi, yang kemudian menjadi fondasi penting dalam menggalang kekuatan kebangsaan. Melalui pendekatan yang mengedepankan dialog dan pendidikan, Ahmadiyah turut mempersiapkan mentalitas bangsa untuk menerima konsep kemerdekaan sebagai hak mutlak setiap rakyat.
Pengaruh ajaran Mirza Ghulam Ahmad a.s. ternyata merambah hingga ke kalangan tokoh pergerakan kemerdekaan. Pemikirannya yang menekankan rasionalitas, keadilan sosial, dan kesetaraan telah menginspirasi tokoh-tokoh besar seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Agus Salim, dan Soekarno.
Para tokoh bangsa tersebut memandang ajaran Ahmadiyah sebagai sumber inspirasi dalam merumuskan ide-ide kebangsaan yang lebih inklusif, di mana kemerdekaan tidak hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga tercapainya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dukungan Ahmadiyah terhadap perjuangan Indonesia tidak hanya dalam ranah pemikiran, tetapi juga melalui diplomasi internasional. Pada 1946, Khalifah kedua Jemaat Ahmadiyah, Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad, menyerukan kepada dua juta pengikutnya di seluruh dunia untuk mendoakan kemerdekaan Indonesia. Seruan ini bukan sekadar dukungan moral, tetapi juga bagian dari strategi diplomasi global yang menggaungkan hak Indonesia atas kemerdekaan.
Dalam surat kabar Al-Fazl di India pada 10 Desember 1946, Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak yang harus diakui oleh dunia internasional. Ia bahkan menginstruksikan para mubaligh Ahmadiyah di berbagai negara seperti Palestina, Mesir, Iran, dan Amerika Selatan untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia di forum-forum global.
Pidatonya yang berbunyi: "Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, memiliki peradaban tinggi, serta pemimpin yang bijaksana. Bangsa Belanda yang kecil tidak berhak untuk terus memerintah mereka” menjadi salah satu pilar moral yang memperkuat legitimasi perjuangan Indonesia di kancah internasional.
Komitmen Berlanjut Usai Merdeka
Tiga mahasiswa Indonesia yang menjalani studi dan berinteraksi dengan Jemaat Ahmadiyah pada awal abad ke-20 ke India, M. Ahmad Nuruddun, M. Abu Bakar Ayyub, dan M. Zaini Dahlan. Dok. Ahmadiyah
Mereka aktif berkontribusi dalam bidang sosial dan pendidikan, dengan mendirikan lembaga pendidikan serta mengadakan seminar keagamaan yang menanamkan nilai-nilai toleransi dan persaudaraan. Moto mereka, “Love for All, Hatred for None” (Cinta untuk Semua, Tiada Kebencian untuk Siapa Pun), menjadi pedoman dalam membangun komunitas yang harmonis.
Lebih jauh lagi, kontribusi Ahmadiyah dalam bidang pendidikan dan sosial turut mengokohkan fondasi nasionalisme yang inklusif. Dengan mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan seminar keagamaan, serta berbagai program sosial yang menjangkau masyarakat luas, Ahmadiyah berupaya menciptakan regenerasi bangsa yang cerdas dan toleran.
Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi wadah untuk menanamkan nilai-nilai keadilan, persatuan, dan keberagaman sejak dini. Hal ini sangat penting dalam konteks Indonesia yang memiliki keragaman budaya, suku, dan agama, di mana semangat persatuan dan toleransi harus terus dipupuk agar keutuhan bangsa tetap terjaga.
Kontribusi Ahmadiyah dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menunjukkan bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan melalui pertempuran fisik, tetapi juga melalui pemikiran, diplomasi, dan aksi nyata yang memperjuangkan keadilan serta kemanusiaan.
Sejarah mencatat bahwa Ahmadiyah telah menjadi bagian dari perjuangan bangsa, menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, dan tetap relevan dalam menjaga keutuhan Indonesia, hingga hari ini. (*)
Rusmali Anggawiria | Tim Kajian Strategis JAI