Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

POJK Saham Hak Suara Multipel Efektif Pikat Perusahaan Teknologi Masuk Bursa Domestik

Kehadiran SHSM adalah bagian dari kebijakan saham kelas ganda (dual-class shares), yang memungkinkan perusahaan menerbitkan berbagai kelas saham, masing-masing dengan hak suara yang berbeda.

13 Desember 2021 | 13.24 WIB

.
material-symbols:fullscreenPerbesar
.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO BISNIS-Saham hak suara multipel (SHSM), atau Multiple Voting Shares (MVS), sedang santer diperbincangkan pegiat bursa. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham pada 7 Desember 2021 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

SHSM adalah jenis saham yang memungkinkan pemiliknya mengantongi hak suara lebih dari satu per lembar saham. Ini berbeda dari saham biasa yang memberikan hak satu suara per lembar saham. Melalui SHSM, investor dimungkinkan memiliki hak suara yang tinggi meski dengan jumlah saham yang sedikit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonom dan Analis Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo menilai aturan SHSM sebagai langkah strategis OJK mengakomodir kepentingan supply side dan demand side, yakni ketersediaan perusahaan yang siap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan permintaan dari investor akan jenis emiten tertentu.

“Ini sesuatu yang normal, saya lihat, karena ini satu langkah yang berskala oleh karena terjadinya shifting mengarah ke paradigma baru, bagaimana kita melihat ekonomi menjadi new economy dengan beberapa sentimen, yaitu perkembangan sektor teknologi khususnya sektor-sektor yang berbasis startup,” ujarnya.

Kehadiran SHSM adalah bagian dari kebijakan saham kelas ganda (dual-class shares), peraturan yang memungkinkan perusahaan menerbitkan berbagai kelas saham, masing-masing dengan hak suara yang berbeda. Contoh implementasi ini terlihat pada saham Google yang tercatat di Nasdaq.

Google memiliki tiga kelas saham yakni saham kelas A berkode GOOGL yang memiliki hak satu suara per saham, saham kelas B berkode GOOG, saham tanpa hak suara, serta saham kelas C yang tidak dijual di pasar sekunder. Saham Google Kelas C ini hanya dimiliki osegelintir petinggi Google dan memberikan hak 10 suara per saham.

Sebelumnya, klasifikasi saham Indonesia tidak mengenal konsep SHSM. Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, klasifikasi saham menurut hak suara dibagi menjadi saham dengan hak suara dan saham tanpa hak suara (Pasal 53 ayat 4). Lebih lanjut pasal 84 ayat 1 menyatakan setiap lembar saham dengan hak suara yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara.

Peraturan lama tersebut kurang dapat mengakomodir kebutuhan perusahaan rintisan bidang teknologi (tech startup) yang berbeda dengan perusahaan konvensional. Perusahaan rintisan seringkali bergantung pada visi dan nilai-nilai yang dibawa para pendirinya ketika membangun solusi teknologi mereka.

Tak jarang, tujuan yang mereka bawa yakni menghadirkan solusi yang menjawab masalah publik dan menghasilkan dampak sosial bagi masyarakat umum. Dengan demikian, ketika perusahaan rintisan memutuskan go public, ada kebutuhan bagi pendiri untuk dapat mempertahankan kemampuan menjalankan visi dan misi meski dengan kepemilikan jumlah saham yang minoritas.

“Pada prinsipnya, visi misi founders itu menjadi sangat penting dan dapat menjadi acuan secara fundamental kinerja unicorn tersebut oleh karena visi misi tersebut akan berkaitan dengan kinerja, nilai buku, kemudian valuasi dan proyeksi di masa yang akan datang,” kata Lucky.

Aturan MVS menjadi langkah strategis OJK dalam menjawab kebutuhan perusahaan rintisan decacorn (perusahaan dengan valuasi lebih dari 10 miliar dolar AS) dan unikorn (perusahaan dengan valuasi 1-10 miliar dolar AS) dan membangkitkan minat mereka untuk melantai di bursa domestik seraya memastikan pendiri dapat tetap memegang teguh misinya dan mencegah pengambilalihan secara paksa (hostile takeover).

 Lucky mengatakan, saat ini regulator sangat adaptif menangkap perubahan dari konsep economy menuju new economy. Dalam lima tahun terakhir, regulasi juga mengalami eskalasi untuk menyesuaikan, untuk beradaptasi dengan perubahan ekonomi menjadi new economy. “Itu akan memberikan dampak terhadap perusahaan-perusahaan yang memang memiliki skala perubahan dari economy menjadi new economy company,” ujarnya

Dengan fakta bahwa Indonesia adalah rumah bagi sejumlah unicorn dan decacorn seperti Bukalapak, Traveloka, GoTo, OVO, Xendit, dan Ajaib, maka penting untuk memastikan industri ekonomi digital tetap dikuasai pemimpin teknologi kita sendiri.

Seiring  pertumbuhan perusahaan rintisan ini hingga penawaran saham perdananya, perusahaan teknologi lain dapat meningkat kepercayaan dirinya untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya, perusahaan teknologi dapat lebih berkontribusi dalam menumbuhkan ekonomi digital Indonesia.(*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus