Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Basarah Ingatkan Sejarah Peringatan Imlek di Indonesia

Masyarakat Tionghoa diberi kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti Imlek dan Cap Go Meh secara terbuka.

23 Januari 2023 | 10.50 WIB

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menyambut perayaan Imlek 2023 di Jakarta, Minggu (22/1/2023).
Perbesar
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menyambut perayaan Imlek 2023 di Jakarta, Minggu (22/1/2023).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menyebut sejumlah presiden Indonesia berperan dalam mewujudkan peringatan Imlek di Tanah Air. Dia pun mengingatkan Kembali sejarah itu dimulai dari peran Presiden Soekarno.

Menurutnya, Presiden pertama RI Soekarno menerbitkan Penetapan Pemerintah tentang Hari-hari Raya Umat Beragama, No.2/OEM-1946. Pasal 4 tahun 1946. Penetapan Pemerintah tersebut menjelaskan empat Hari Raya bagi warga Tionghoa. Yaitu Tahun Baru Imlek, Hari Wafat Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng, dan Hari Lahir Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).

"Namun di era Presiden Soeharto, terjadi pembatasan perayaan Imlek. Situasi ini kemudian berubah di era Reformasi," kata Basarah saat menyambut perayaan Imlek 2023 di Jakarta, Minggu 22 Januari 2023.

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, lanjut dia, kemudian mencabut aturan ini. Karena tak ingin ada diskriminasi terhadap warga Cina. Lalu pada 17 Januari 2000, Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No.6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres No.14 tahun 1967.

Masyarakat Tionghoa diberi kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti Imlek dan Cap Go Meh secara terbuka. Di era Gus Dur juga melalui keputusan Menteri Agama lahir Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif pada 19 Januari 2001.

Perayaan Imlek sebagai Hari Libur Nasional, baru dilakukan pada era Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002. "Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid menghapuskan larangan merayakan Imlek pada tahun 2000 disempurnakan oleh Presiden Megawati melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2002. Keppres yang memberi kesempatan pada masyarakat Tionghoa merayakan Imlek karena hari tersebut ditetapkan sebagai libur nasional," kata Basarah.

Menurut dia, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sangat menjunjung tinggi semangat persatuan dan kebangsaan sebagaimana tercantum dalam sila ketiga Pancasila. “Sehingga didorong tercipta dan tercapai kesetaraan untuk semua warga Indonesia, termasuk etnis Tionghoa," kata dia.

Kebijakan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional, menurut dia, dapat disebut sebagai bentuk keberpihakan Megawati terhadap kelompok minoritas. Dalam hal ini masyarakat Tionghoa. Dia pun berharap, seluruh rakyat Indonesia agar terus saling menghargai budaya dari suku, etnis, ras, dan agama lain. Hal inipun menjadi prinsip yang dipegang oleh Megawati.

"Megawati menetapkan hari Imlek sebagai hari libur nasional agar kita memahami seluruh khazanah kebudayaan kita yang terbentuk bukan tunggal, tetapi sangat heterogen dan membentuk satu watak, satu kultur bangsa Indonesia, satu Indonesia," ujar Basarah.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia pun berharap, di Tahun Kelinci ini, Indonesia bersiap menghadapi potensi krisis ekonomi ataupun resesi global yang bisa berdampak terhadap Tanah Air. "Kepada umat Konghucu, PDI Perjuangan mengucapkan selamat tahun baru Imlek," ujar Ketua DPP PDIP itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus