Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Ketua MPR, Bambang Soesatyo mengapresiasi Prof Didin S Damanhuri yang meluncurkan buku “Model Negara Kesejahteraan Indonesia. Pendekatan Heterodoks” di Kampus IPB University, Bogor, Rabu, 3 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bamsoet menuturkan, Prof Didin merupakan salah satu Guru Besar terbaik yang dimiliki Indonesia dari Institut Pertanian Bogor University (IPB University). Ia pun bersyukur Prof Didin berkenan menjadi Ketua Dewan Pakar sekaligus Ketua Harian Brain Society Center (BS Center), sebuah lembaga think tank yang Bamsoet dirikan untuk bergerak di bidang kajian dan penelitian mengenai isu ekonomi, politik, hukum, ideologi, sosial, budaya, dan demokrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Prof Didin termasuk intelektual yang mengusulkan pentingnya Indonesia memiliki haluan negara, atau yang kini dikenal dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Sekaligus mengusulkan gagasan, apabila bentuk hukum PPHN berupa Ketetapan MPR tidak bisa dilakukan melalui perubahan konstitusi, maka bisa dilakukan melalui konsensus politik berupa Konvensi Ketatanegaraan,” tutur Bamsoet saat Purnabakti Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Prof Didin S Damanhuri sekaligus acara peluncuran buku.
Prof Didin banyak melahirkan karya tulis yang sangat menginspirasi. Mulai dari mengenai globalisasi perekonomian, paradigma pembangunan ekonomi nasional, hingga ekonomi politik dan pembangunan.
Saat menjadi mahasiswa maupun wartawan, Bamsoet juga banyak terinspirasi oleh pemikiran Prof Didin, termasuk sikap kritis Prof. Didin terhadap berbagai isu kebijakan ekonomi dan pembangunan yang selalu dilandasi argumentasi rasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Sebagaimana dituangkan oleh Prof. Didin melalui bukunya, “Model Negara Kesejahteraan Indonesia. Pendekatan Heterodoks”.
"Untuk memahami makna kesejahteraan, kita dapat merujuk pada beragam pendekatan dan sudut pandang. Misalnya dari perspektif konstitusi, pasal 23, pasal 27, pasal 28, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34. Secara umum mengamanatkan kesejahteraan sosial yang mencakup penguasaan sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, pemeliharaan fakir miskin oleh negara, dan sistem perekonomian nasional. Satu pasal mengatur paradigma pengelolaan ekonomi, sedangkan lima pasal lainnya mengatur paradigma kewajiban sosial negara terhadap rakyat," tutur Bamsoet.
Kesejahteraan juga harus dilihat dari berbagai sudut pandang secara komprehensif. Misalnya, meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nasional mengalami kenaikan, namun masih terjadi kesenjangan IPM antar daerah. Terlihat dari IPM di Provinsi Jakarta mencapai 81,11, sedangkan di Provinsi Papua 60,62.
Untuk membangun negara kesejahteraan, bangsa Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman negara lain. Misalnya Korea Selatan, yang menjelang usia 74 tahun kemerdekaannya telah tumbuh sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 34.983. Demikian pula Tiongkok yang baru berdiri pada tahun 1949, telah meraih kemajuan yang sangat pesat.
"Salah satu kunci sukses mereka, tidak lepas karena memiliki perencanaan jangka panjang, sehingga siapapun presidennya, program pembangunan tetap berjalan. Tidak heran jika Prof. Didin dalam berbagai kesempatan selalu menekankan pentingnya keberadaan PPHN bagi Indonesia, sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD Tahun 1945 ayat 1 yang berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, jadi bukan diserahkan semata kepada pasar bebas," kata Bamsoet. (*)