Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyajikan sejumlah jalan keluar bagi 81 juta milenial yang membutuhkan rumah. Rumah susun sewa, bantuan subsidi bagi milenial MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), serta program kemudahan KPR dari stakeholder terkait seperti Bank Tabungan Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Milenial saat ini sudah mencapai 81 juta jiwa yang menunggu dirumahkan (memiliki rumah). Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah. Bahkan tahun depan bisa meningkat lebih banyak lagi, artinya kebutuhan mendesak buat kita semua, terutama para stakeholder di bidang perumahan,” demikian sambutan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Dr. Ir. H. Khalawi Abdul Hamid dalam acara Indonesia Housing Forum bertema "Penyediaan Hunian Millenial di Perkotaan Berkelanjutan" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, 19 Juni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Generasi milenial adalah kelompok masyarakat yang lahir dari tahun 1980 sampai 2000-an. Mereka merupakan generasi yang luas dan tersebar di setiap kelas. “Hari ini ada 30 persen dari total jumlah penduduk,” lanjut Khalawi.
Hunian vertikal, misalnya rusunawa menjadi jawaban mutlak untuk pemenuhan kebutuhan para milenial, terlebih dengan status MBR. Sebagian kalangan belum berminat ketika mendengar rusunawa karena kesannya kumuh. Namun, Khalawi menekankan, tinggal di rusunawa saat ini tidak sama seperti dulu. “Silakan datang ke Wisma Atlet,” ujarnya memberi contoh hunian di tempat itu begitu mirip dengan apartemen.
Milenial juga berbeda dengan generasi sebelumnya. Milenial cenderung memilih hunian yang mudah mencapai simpul transportasi publik. Mereka juga lebih konsumtif. Tempat tinggal harus dekat dengan kegiatan ekonomi. Karena itu, pemerintah menyiapkan rumah susun sewa. Salah satu yang giat dikembangkan adalah hunian berkonsep Transit Oriented Development (TOD) di beberapa wilayah Jabodetabek.
Khalawi membagi tiga kategori kelompok umur milenial. Pertama, usia 25 hingga 29 tahun lazimnya belum menikah. Golongan ini memilih hunian dengan satu ruangan tipe studio. “Yang penting ada Wi-Fi. Saat mereka turun dari apartemen bisa dekat ke tempat LRT, MRT, dan transportasi publik lainnya.”
Kelompok umur kedua (30 sampai 35 tahun) atau sudah menikah membutuhkan hunian lebih luas, memiliki beberapa ruangan mulai dari ruang tamu, ruang keluarga, hingga dapur. Terakhir, untuk usia di atas 35 tahun mencari rumah untuk menjadi hak milik. “Mereka silakan pilih, misalnya di BSD, Bintaro, Kelapa Gading, dan sebagainya. Sesuai dengan gaji atau penghasilannya,” katanya.
“Terpenting layak dan nyaman. Nyaman untuk keluarga,” lanjutnya.
Program penyediaan hunian ini juga menjadi jawaban terhadap keberlanjutan Program Sejuta Rumah (PSR). Program ini pada hakikatnya tak bisa dilaksanakan tangan pemerintah sendirian. “PSR adalah program melibatkan seluruh sektor, pusat, daerah, hingga swasta,” kata Khalawi.
Khalawi menjelaskan, kebutuhan milenial yang masih mengenyam pendidikan di perguruan tinggi pun jadi perhatian PUPR. “Selain rumah subsidi, kami juga membangun rumah MBR lain, misalnya untuk mahasiswa. Kami mendorong universitas membangun asrama mahasiswa dengan biaya sewa murah.”
Masyarakat milenial golongan MBR tak perlu cemas. Pembangunan rumah subsidi tetap dilanjutkan. Pada Tahun Anggaran 2019, PUPR menetapkan target pembangunan fisik sebanyak 215.513 unit dan bantuan pembiayaan perumahan sebanyak 419.858 unit.
Sistem pembiayaan tersedia antara lain melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) serta kerja sama dengan perbankan yang membiayai kredit rumah. “Selama ini Bank Tabungan Negara telah banyak membantu. Kami terus mendorong agar semakin banyak milenial memiliki rumah,” ujar Khalawi.
Masyarakat milenial dipersilakan mencari info lebih jauh di BTN ihwal program pembiayaan dengan biaya murah. (*)