Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaringan Seret di Ujung Negeri

Pasukan TNI penjaga perbatasan Indonesia-Malaysia harus mengeluarkan kocek pribadi untuk mendapatkan akses internet. 

3 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sersan Kepala (Serka) Sukri duduk siaga di Pos Pengendalian Penduduk Perbatasan Indonesia-Malayasia di Desa Sungai Bening, Kecamatan Sajiangan Besar, Sambas, Kalimantan Barat. Jarak pos dengan patok batas Indonesia-Malaysia lumayan jauh, sekitar enam kilometer. “Titik batas ada di tengah hutan,” ujarnya kepada Tim Info Tempo, Kamis, 30 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sukri bersama rekannya dari Batalion Artileri Medan 16 Tumbak Kaputing, Komando Daerah Militer XII Tanjung Pura, Kalimantan Barat, menjaga pos pengamanan perbatasan selama dua kali 24 jam. Tidak ada pemukiman warga di sekitar pos jaga. Perkampungan terdekat berjarak sekitar dua kilometer. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama bertugas, Sukri dibekali dibekali handy talkie (HT) TD Tech yang harus terhubung internet 24 jam. "Bisa untuk telepon dengan menggunakan wifi,” kata dia. Alat komunikasi nir kabel tersebut digunakan untuk koordinasi dengan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia dan jajaran komando wilayah. 

Akses internet menjadi sangat vital menjaga perbatasan. Apalagi personel pos harus siaga 24 jam untuk mengantasipasi berbagai masalah yang timbul. Namun, di wilayah ini pemancar sinyal atau base transciver station (BTS) belum ada. "Kami membeli voucher untuk mengakses internet di sini,” kata Sukri yang ditugasi menjaga pos sejak 31 Mei 2023. 

Petugas pos menggunakan koneksi internet milik swasta atau badan usaha milik desa (bumdes). “Kami swadaya bersama anggota di sini membeli voucher internet dengan uang pribadi. Kalau tidak ada sinyal, bagaimana kami berkomunikasi dengan atasan, jajaran dan keluarga,” ucapnya.  

Dia berharap pemerintah segera membangun pemancar internet di wilayah perbatasan Desa Sungai Bening. Selama ini masyarakat mengakses internet dengan membeli kupon. Aksesnya internet di kawasan ini jangan ditanya, sangat lamban alias lelet. “Kalau tidak mampu membeli voucher, masyarakat tidak bisa berkomunikasi,” ujar Sukri.

Merogoh kocek pribadi selama bertugas di perbatasan, juga dialami Prajurit Satu (Pratu) Aris yang bertugas di Pos Satgas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Malaysia di Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas. Pos Temajuk adalah salah satu pos terdepan sempadan Indonesia dengan Malaysia. Pos ini berjarak sekitar 107 kilometer atau sekitar dua jam perjalanan darat dari Pos Sungai Bening di Kecamatan Sajiangan Barat. 

Aris yang juga dari Batalion Armed 16, menuturkan akses internet selama menjaga perbatasan diperoleh dari voucher yang dibeli dari kantong pribadi. “Internet tidak bisa menggunakan sinyal dari tower. Kami beli sendiri,” kata dia. Selama bertugas menjaga pos perbatasan, Aris tidak dibekali handy talkie seperti Sukri. 

Di Pos Temajuk, Satgas TNI melakukan penjagaan bersama Tentara Darat Diraja Malaysia (TDDM). Militer kedua negara kerap melakukan patroli bersama untuk mengecek patok batas perbatasan Indonesia-Malaysia. "Dari TNI sebanyak 11 personel dan TDM ada delapan personel,” ujar Aris. 

Belum lama ini, kata dia, pasukan TNI bersama TDM melakukan patroli bersama dari Temajuk hingga Tanjung Datuk. Pasukan menyusuri hutan sejak pukul 07.00 dan kembali ke pos pukul 20.00. “Kami berjalan kaki di dalam hutan,” tutur Aris. 

Selama berpatroli, Aris bersama rekan-rekannya pernah menangkap warga Malaysia yang menyelundupkan 16 kilogram sabu. Barang tersebut rencananya akan diserahkan ke warga Indonesia. “Kami serahkan ke Polisi Militer Kodam dan BNN,” ujarnya. 

Sebagai anggota TNI, Aris tak pernah gentar dalam bertugas. Berbagai penugasan negara dijalani dengan penuh disiplin. Namun, hanya satu kekhawatirannya dalam menjalani tugas di perbatasan. “Hujan,” ungkapnya. 

Jika hujan mengguyur di wilayah tapal batas, semua akses komunikasi, termasuk intert terputus. “Komunikasi terputus dan tidak bisa berkoordinasi dengan posko,” kata Aris. 

Sebaliknya, tentara Malaysia tetap aman mengakses internet selama hujan. “Bahkan sinyal internet Malaysia bisa diakes di wilayah Indonesia,” ujar Aris. 

Lima personel pasukan TNI penjaga perbatasan bersiaga ketika Tim Info Tempo mendekati perbatasan Indonesia-Malayasi di Long Midang, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis, 23 November 2023. Salah satu dari mereka mendekat dan bertanya. “Hendak kemana,” kata seorang personel berpangkat prajurit satu. Setelah dijelaskan tujuan kedatangan tim, mereka mempersilahkan melihat dan mengambil gambar dari dekat titik sempadan kedua negara. 

Personel TNI yang bertugas di Krayan berasal dari Batalion Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) 12/Satria Bhuana Prakasa, Komando Daerah Militer II Sriwijaya, Sumatera Selatan. Mereka bertugas selama setahun tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan TNI di wilayah paling ujung Kalimantan Utara dengan Malaysia. “Kami sudah tiga bulan bertugas,” kata komandan regu berpangkat sersan dua. 

Sekitar satu kilometer dari titik perbatasan ke wilayah Indonesia terdapat Pos Gabungan Bersama Long Midang, Krayan, Nunukan. Di pos ini pasukan TNI dan Tentara Darat Diraja Malaysia (TDDM) bersama-sama menjalani tugas menjaga perbatasan. 

Di samping pos gabungan, terdapat tower atau pemancar telekomunikasi dari salah satu operator seluler. Tidak ada wifi atau wireless fidelity di pos ini. Personel hanya bisa mengakses internet menggunakan nomor dari operator tersebut. 

Kecamatan Krayan berjarak sekitar 220 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Nunukan. Sedankan jarak Krayan dengan Kota Tarakan sekitar 213 kilometer dan ditempuh dengan pesawat ringan sekitar satu jam. 

Komandan Kompi Satgas dari Batalion Arhanud 12, Letnan Satu (Lettu) Gilang Pradana, mengatakan terdapat lima pos yang menjadi tanggung jawab dari satgas pengamanan perbatasan. Kelima pos tersebut mengandalkan jaringan nirkabel atau wifi yang dibangun Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akses internet tersebut menggunakan very small aperture terminal (VSAP) di tempat-tempat layanan publik. Meski akses internet sangat lambat, Gilang bersyukur pasukannya masih memanfaatkan untuk berkomunikasi. 

Gilang mengungkapkan dari lima pos pengamanan perbatasa, ada dua pos yang tidak terjangkau sinyal atau internet. “Pos Tanjungkarya dan Pos Lembudut,” ujarnya kepada Tim Info Tempo. 

Jarak Pos Tanjungkarya dan Pos Lembudut sekitar 20-25 kilometer dari Pos Gabungan Bersama Long Midang. Untuk berkomunikasi dengan Posko, pasukan harus berjalan selama satu jam ke kampung terdekat untuk mendapatkan akses internet yang dibangun BAKTI di kantor desa. 

Gilang menuturkan pasukan yang ditempat di pos-pos perbatasan dibekali Mangoesky untuk sarana komunikasi dan koordinadi pasukan. “Peralatan itu tidak bisa kami gunakan, karena pengaturannya error,” ucapnya. 

Mangoesky merupakan layanan akses internet broadband berbasis satelit di wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan kabel ADSL, fiber optik, maupun layanan seluler atau mobile communication kecepatan tinggi lainnya.

Menurut Gilang penggunaan peralatan telekomunikasi modern sangat dibutuhkan dalam tugas. Apalagi topografi wilayah penugasan tidak sama dan beragam. “Medan tugas kami sangat beragam dari hutan dan pegunungan. Tidak semua wilayah terhubung akses internet dan telekomunikasi,” ujarnya. 

Satgas Pengamanan Perbatasan Long Midang, kata Gilang, bertugas menjaga sekitar 300 patok batas. Biasanya, satu tim pengecekan patok perbatasan harus menyusuri perjalanan selama 10 hari melintasi hutan, sungai dan lembah. “Pasukan berjalan kaki. Kalau hujan, akses komunikasi kami dengan pasukan yang bertugas terputus,” ucap perwira lulusan Akademi Militer 2017 ini. 

Dia berharap pemerintah, khususnya BAKTI Kominfo membangun akses internet di wilayah-wilayah terpencil dan pedalaman untuk membantu tugas TNI di perbatasan. Menurut Gilang, akses internet sangat dibutuhkan pasukan dalam bertugas. “Apalagi, kami bertugas selama satu tahun. Satu-satunya alat komunikasi dengan keluarga adalah internet dan telepon. Kalau jaringan tidak ada, bagaimana kami berkomunikasi dengan keluarga di Sumatera Selatan,” ujarnya. 

Camat Krayan, Ronny Firdaus, mengatakan akses internet di wilayahnya masih terbatas. Dia berharap pemerintah memberikan perhatian kepada wilayah yang berbatasan dengan negara lain. Kantor Kecamatan Krayan hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari pos perbatasan Indonesia-Malayasia. 

Ronny menuturkan layanan publik di kantor camat sangat terbantu dengan akses internet dari BAKTI Kominfo. Meski kapasitas internet atau bandwith terbatas, banyak dimanfaatkan masyarakat, khususnya pelajar. “Jika digunakan bersamaan, akses internet menjadi lamban,” tuturnya. 

Pada saat Tim Info Tempo menyambangi Kantor Kecamatan Krayan, akses internet mati alias tidak bisa diakses. “Akses internet untuk sementara kami khususkan untuk pelayanan pajak,” kata Ronny. “Kalau tidak kami matikan, pelayanan pajak bisa terganggu.” 

Direktur Utama BAKTI, Fadhilah Mathar, mengatakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi perhatian utama pemerintah, khususnya BAKTI. Menurut dia, lokasi lokasi Pos Pengamanan TNI di wilayah perbatasan sulit dijangkau teknologi kabel optik. “Di sisi lain, kapasitas satelit juga terbatas,” ujarnya. 

Salah satu terobosan untuk mengatasi masalah konektivitas, kata dia, adalah dengan penyediaan layanan kapasitas internet melalui satelit berkapasitas besar berkecepatan tinggi (high throughput satellite). SATRIA 1 telah berhasil meluncur. “Sektor pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan merupakan prioritas pertama yang akan memperoleh layanan SATRIA 1,” ujar perempuan yang akrab disapa Indah ini. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus