Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL — Kabupaten Mappi, Provinsi Papua, sebagai daerah penghasil sagu yang memiliki ribuan hektare lahan tanaman sagu, tentu berkepentingan terhadap restorasi gambut. Ini karena sebagian besar tanaman sagu berada di area lahan gambut. Badan Restorasi Gambut (BRG) menetapkan melaksanakan restorasi di Papua tahun 2019 melalui pemberian 20 paket revitalisasi ekonomi budi daya tanaman sagu dengan Skema Tugas Pembantuan (TP) dan penugasan yang menyentuh antara lain empat distrik dan sekitar 14 kampung di kabupaten ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bupati Mappi, Kristosimus Yohanes Agawemu, mengatakan penanaman sagu di lahan gambut di daerahnya menjadi potensi ekonomi tersendiri. Secara sosiokultural, tanaman sagu sangat lekat dengan kehidupan masyarakatnya. “Tanaman sagu ini telah ditanam turun temurun untuk konsumsi masyarakat sehingga restorasi lahan gambut ini diharapkan bisa memberikan yang terbaik bagi petani sagu,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bupati Mappi menyampaikan penghargaan terhadap upaya pemerintah pusat melalui BRG, yang memberikan ruang khusus, tidak hanya terkait kelestarian hutan dan lahan gambut yang menghampar di wilayahnya, tetapi juga mampu mengembangkan peningkatan ekonomi masyarakat. “Berbagai edukasi pun diberikan BRG kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan gambut,” kata dia. “Terlebih berbagai upaya tersebut mampu mengembangkan potensi daerah dan memberikan peningkatan ekonomi masyarakat lokal,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sejak 2017, 2018, dan dilanjutkan tahun 2019 ini, BRG melaksanakan kegiatan yang memberi manfaat bagi warga Mappi, antara lain dengan memberikan pendampingan kepada masyarakat setempat secara terpadu dan tetap dengan memperhitungkan potensi lokal, seperti tanaman dan budi daya sagu tersebut. “Jangan sampai nanti budaya sagu sebagai makanan pokok di Mappi hilang karena lahannya habis terbakar,” kata Bupati Kristosimus.
Kabupaten Mappi menjadi salah satu target Desa Peduli Gambut 2019, yang mencakup Kecamatan Oba di Desa Wep, Wanggate, Enem, Kego, dan Kadam. “Kami menyambut dan memberikan dukungan terhadap program bersama BRG yang selaras dengan RPJMD Kabupaten Mappi, yaitu upaya menginventarisasi kegiatan dan pendampingan kepada masyarakat,” katanya.
Terkait restorasi lahan gambut di Kabupaten Mappi memang difokuskan terhadap pembudidayaan tanaman sagu. Selama ini, sagu tumbuh secara alami. Budi daya sagu mampu memberi ruang pengembangan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sagu dengan menghasilkan produk turunan sehingga memiliki kemampuan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing rumah tangga lebih baik.
Bupati Mappi juga meyakini bahwa keberadaan BRG mampu memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Saya melihat, hasil kerja BRG memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Program restorasi yang dijalankannya di Papua, juga di luar Papua, memiliki efek daya dorong peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah lahan gambut,” ujarnya.
Rudi Priyanto, Kapokja BRG untuk wilayah Kalimantan dan Papua menjelaskan, bahwa tipikal gambut di Papua berbeda dengan di daerah lainnya. “Revitalisasi lahan gambut di Papua dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Merauke dan Mappi,” katanya.
Di Kabupaten Mappi, pada 1998, telah dilaksanakan tujuh paket kegiatan di tujuh kampung dengan kegiatan penanaman sagu mencapai luas 34,5 hektare, dan tahun ini pengembangan luasan bertambah sampai 75 hektare masih dengan program penanaman sagu di 15 kampung.
“Kegiatan ini mendukung meningkatkan kesejahteraan di kawasan lahan gambut, masyarakat tidak lagi melakukan pembakaran terlebih di kawasan gambut sehingga masyarakat bisa bekerja dengan baik, ekonomi pun meningkat,” kata Rudi. BRG, menurutnya, juga melakukan pengembangan pada tahun-tahun ke depan sampai kepada hasil olahan bahan sagunya nanti.
Bupati Mappi menambahkan, di desa-desa yang turut dalam program restorasi lahan gambut itu, pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menanam dan mengelola budi daya tanaman sagu. Diharapkan warga desa lainnya dapat mencontoh pola pengembangan desa semacam itu. “Penanaman pohon sagu menjadi bentuk pelestarian secara nyata warga terhadap lingkungannya, berikut nilai tambah lainnya,” kata dia.
Bupati Kristosimus berharap bahwa kegiatan BRG dapat berjalan secara berkesinambungan. “Kami masih merasa perlu adanya BRG dan program-programnya karena sampai sekarang belum semua wilayah kami yang luas ini tersentuh. Masih banyak masyarakat yang belum mendapat kesempatan ikut dalam kegiatan BRG. Program yang bermanfaat kami rasakan ini harusnya berkelanjutan dan tetap ada,” katanya. (*)