Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika Guru Berprestasi Perkaya Ilmu ke Luar Negeri

Para guru dan tenaga kependidikan (GTK) yang menjuarai gelaran lomba yang diadakan oleh Kemendikbud mendapat tambahan ilmu melalui Program Pengayaan GTK PAUD dan Dikmas ke luar negeri.

9 Oktober 2018 | 16.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang guru mengajarkan Erah menulis di depan kelas saat kegiatan belajar mengajar di SDN 1 Giri Jagabaya, desa Sinar Jaya, Lebak, Banten, Senin (2/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Pengalaman menjelajah Berlin yang menjadi saksi sejarah perang dunia, atau menjadi bagian kehidupan Tokyo yang super sibuk mungkin hanya sebatas khayalan bagi kebanyakan guru. Terlebih yang bertugas di daerah terpencil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, tidak bagi para guru dan tenaga kependidikan (GTK) yang menjuarai gelaran lomba yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Para juara ini mendapat tambahan ilmu melalui Program Pengayaan GTK PAUD dan Dikmas ke luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tri Lestari Rakhmawati contohnya. Setelah memenangi penghargaan bidang Guru KB/TPA/SPS pada tahun 2016, guru KB di PAUD Nurul Jadid yang ada di Kabupaten Tana Tidung, Provinsi Kalimantan Utara, mendapat kesempatan berkunjung ke kota Berlin. Di sana, ia berkesempatan menggali wawasan mengenai PAUD dan sistem pendidikan yang ada di kota tersebut.

Pengalamannya di kota yang pernah menjadi saksi persaingan blok barat dan blok timur itu membuka wawasannya bahwa dunia tak sebatas daun kelor. Banyak hal yang dapat dikembangkan untuk kemajuan pendidikan anak usia dini di kabupaten terpencil tempatnya bekerja. Ini, semakin memotivasi dirinya hingga ia mampu menelurkan karya dalam bentuk buku berjudul “Diamond From North Borneo.”

Lain dengan Tri, lain pula pengalaman yang dialami Muhammad Solihin, Tutor Pendidikan Keaksaraan yang berkesempatan mencicipi kehidupan super sibuk di ibukota Jepang, Tokyo pada tahun 2017.

Mendadak buta aksara, itulah perasaan dirinya dan sesama peserta program pengayaan saat harus melakukan interaksi langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitar tanpa bantuan penerjemah dalam rangka praktek materi “individual informal learning.”

Tak hanya itu, akhirnya Muhammad Solihin dan para peserta pengayaan merasakan dan memahami perasaan para warga binaan yang selama ini mengalami buta aksara. Sehingga katanya, “Komunikasi jadi terhambat, membaca informasi pun tersendat, dan berinteraksi terkendala. Hidup serasa menjadi tidak seelok bunga-bunga Sakura ketika kita mengalami buta aksara,” kata dia.

Pengalaman di atas adalah cuplikan pengalaman yang terwujud melalui program “Pengayaan GTK PAUD dan Dikmas ke Luar Negeri” yang telah dilaksanakan sejak tahun 2016.

Program ini merupakan upaya pengembangan wawasan dan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan Dikmas terbaik di Indonesia. Tujuannya, agar para GTK terbaik ini mampu memberikan motivasi dan ide inspiratif untuk mengembangkan potensi diri lebih baik lagi, dan berdampak pada lingkungan sekolah.

Program ini bukanlah program jalan-jalan semata. Lewat kegiatan inilah para GTK dapat mempelajari hal-hal baru yang dapat memotivasi, mengadopsi dan memberikan ide untuk perbaikan dan pengembangan pendidikan. Kemendikbud ingin membuka wawasan para guru dan tenaga kependidikan agar tidak melulu menjadi katak dalam tempurung. (*)

Abdul Jalal

Abdul Jalal

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus