Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berisi sejumlah gambar yang menyentil perilaku oknum polisi, mural karya seniman asal Jakarta itu menjadi juara pertama dalam Bhayangkara Mural Festival 2021. Pria 29 tahun tersebut membuat mural untuk mengkritik oknum anggota polisi yang kerap melakukan pungutan liar. Ada juga gambar yang memberi pesan keadilan polisi hanya untuk orang-orang yang memiliki uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Justru karena kritikan yang pedas tersebut, mural karya La Ode Umar menyisihkan sembilan seniman lain yang masuk penilaian terakhir dewan juri. Puncak kegiatan Bhayangkara Mural Festival 2021 digelar pada Sabtu, 30 Oktober 2021. Ada sepuluh seniman yang hari itu melukis di depan Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit, salah satunya Laode.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat datang ke lokasi lomba, Listyo tampak langsung menghampiri mural terdekat. Mural itu berisi gambar tangan seseorang sedang diborgol dan bertulisan 'Siapa Berani Kritik Polisi?'. Ia lantas mengambil kuas yang telah disediakan dan mencelupkannya ke dalam cat berwarna oranye. Listyo mengecat mural itu yang menjadi penanda festival mural resmi dibuka.
Setelah menorehkan kuas di kanvas, Listyo kemudian berkeliling untuk melihat mural-mural lainnya. Sesekali ia tampak berbincang dengan seniman mural yang tengah asyik menorehkan kuasnya ke kanvas.
Listyo juga tak segan memberi semangat kepada para peserta untuk menuangkan karyanya yang kritis kepada Kepolisian. Setelah itu, dewan juri memutuskan memilih karya La Ode sebagai juara pertama.
Kapolri beserta pejabat Kepolisian berkeliling melihat karya mural peserta Bhayangkara Mural Festival 2021.
Listyo memuji keberanian La Ode telah mengkritik Polri dalam hasil karya muralnya. "Alhamdulillah, sebagaimana hasil penilaian dewan juri yang saya kira juri-jurinya, juri-juri yang terpilih, independen, dan memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi. Juara satunya adalah yang berani mengkritik Polri," ujarnya.
Mengangkat tema 'Peran Generasi Muda untuk Berkreasi dalam Menyampaikan Informasi yang Positif di Masa Pandemi Covid-19', lomba ini telah menyedot perhatian masyarakat. Sebanyak 803 peserta dari 34 Polda di seluruh Indonesia mendaftarkan karyanya.
Setelah dilakukan seleksi, terpilih 453 karya muralis dinyatakan lolos. Sketsa karya peserta itu lalu dikurasi juri, hingga akhirnya terpilih 80 karya yang diikutkan dalam festival tingkat nasional ini. Dari jumlah itu, sebanyak sepuluh peserta mendapat kehormatan menyelesaikan muralnya di depan Kapolri.
Menurut Listyo Sigit, Markas Besar Kepolisian menggelar perlombaan ini untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Korps Bhayangkara. Kritik masyarakat dalam bentuk mural, menurut dia penting untuk memperbaiki lembaganya.
Semangat ini sejalan dengan pesan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bahwa Indonesia adalah negara yang demokratis dan menghargai kebebasan berekspresi. "Sehingga kami bisa menyiapkan personel kami lebih baik, untuk jadi Polri yang dipercaya publik, yang dicintai masyarakat," kata dia.
Listyo mengatakan ia menerima kritikan yang disampaikan oleh para peserta lomba. "Kritik ini tentunya akan kami terima dan juga ini adalah aspirasi, harapan masyarakat tentang perbaikan Polri ke depan," ujarnya.
Tak lupa, Listyo juga berterima kasih kepada masyarakat, karena seluruh kritikan yang masuk akan menjadi masukan bagi Polri. "Sekali lagi terima kasih atas peran serta seluruh rekan-rekan dan kami untuk bisa menjadi Polri yang lebih baik, Polri yang lebih dekat dengan masyarakat, Polri yang dicintai masyarakat,” ujarnya.
Para finalis Bhayangkara Mural Festival 2021.
Sebagai juara pertama, La Ode mendapat uang Rp 50 juta. Adapun juara kedua mendapat Rp 30 juta, dan juara ketiga mendapat Rp 20 juta. Sementara sisa tujuh orang lainnya menjadi juara harapan, di mana masing-masing mendapat Rp 10 juta.
Melalui mural tersebut, La ode mengkritik adanya pungutan yang dilakukan oknum polisi, misalnya, saat melakukan razia kendaraan. Dia mengingatkan polisi seharusnya memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam muralnya, La Ode juga menyentil polisi yang kerap memberi keadilan hanya kepada orang yang memiliki uang.
Ia menceritakan alasannya membuat mural yang bertema kritik untuk kepolisian. "Karena itu isu hangat saat ini, kepolisian kan tengah menjadi isu hangat, jadi ini saya jadikan momen untuk menyampaikan kritikan saya sebagai masyarakat," katanya.
Menurut La Ode, kritik melalui karya mural ini dilihat secara langsung oleh Kapolri. "Karena lomba ini saya bisa langsung sampaikan ke Mabes Polri dan dilihat langsung oleh Kapolri, nah itu kan moment banget," ujarnya.
La Ode berharap kritikan lewat mural dalam Bhayangkara Mural Festival 2021 ini dapat membuat kepolisian lebih baik lagi ke depannya. "Mudah-mudahan dengan kritikan ini kepolisian bisa lebih baik lagi, seperti semboyan mereka, memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat," kata dia.
Ia juga berharap lomba mural seperti ini bisa diadakan setiap tahun. Lomba ini, menurut dia, menjadi momentum bagi kepolisian untuk bisa menggali informasi dari masyarakat, seperti apa respon masyarakat terhadap kepolisian yang dituangkan melalui visualisasi mural. "Jadi lebih dapat cepat diserapnya,” ujarnya.
La Ode mengaku tidak ada tekanan saat melukis di markas kepolisian. Dia mengatakan bahwa muralnya tersebut menyoroti perilaku oknum-oknum polisi yang tidak bertanggung jawab. Mereka inilah, menurut dia, yang mencoreng nama Kepolisian. “Selain oknum-oknum yang membuat jelek nama Kepolisian, banyak juga polisi baik,” katanya.