Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kima menjadi gerbang mengenal Labengki. Sebuah desa kepulauan di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang masuk dalam 50 desa terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2024. Kima-warga setempat menyebutnya Kimaboe yang berarti kima air, merupakan kerang raksasa yang dilindungi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adalah Habib Nadjar Buduha, seorang pelopor konservasi yang mengenalkan kima kepada dunia. Pada 2009, dia bersama sekelompok peneliti dari University of Queensland, Australia, menemukan spesies kima raksasa yang belum tercatat dalam literatur ilmiah. Kima jenis baru ini lantas diberi nama Kimaboe atau Tridacna kima boe sp. Dan Kimaboe menjadi spesies kima terbesar kedua di dunia setelah Tridacna Gigas, yang juga ada di Labengki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Awalnya, kami fokus pada konservasi dan penemuan keunikan alam yang bisa diangkat menjadi daya tarik wisata,” kata Habib kepada Tempo, Selasa, 12 November 2024. Pada 2013, Labengki mulai populer melalui pemberitaan dan promosi pariwisata. Saat itu, lingkupnya masih terbatas pada Desa Bajo yang dihuni sekitar 200 kepala keluarga dan spot wisata Pantai Pasir Panjang dengan pasir putih sepanjang 700 meter.
Perlahan, mulai tereksplorasi lebih banyak lagi daya tarik pariwisata di Labengki. Ada Blue Lagoon dengan air yang jernih kehijauan, Teluk Cinta, dan Pantai Pasir Merah. Di bawah laut, wisatawan dapat menjelajah penangkaran kima raksasa, Labengki Blue Hole, sampai pengalaman tinggal bersama “sea gipsy” atau Suku Bajo, penduduk asli Labengki. Berbagai tempat healing baru pun ditemukan.
Mulai dari Danau Mahu Malalang, Danau Toroskampali, dan Danau Tobelo. Keberhasilan Labengki masuk dalam 50 desa terbaik ADWI tentu bukan hanya diukur dari spot wisata di sana. Terdapat lima kriteria penilaian, yakni daya tarik wisata, amenitas, digital, kelembagaan dan sumber daya manusia, serta resiliensi. Keberhasilan ini tak lepas dari kerja keras yang berkelanjutan dalam merawat dan mempromosikan potensi pariwisata daerah ini.
Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara gencar mempromosikan Labengki sebagai destinasi wisata unggulan. Menggelar Festival Labengki 2021 dan 2022 untuk mengenalkan budaya dan atraksi wisata khas Labengki, seperti lomba perahu, lomba memancing, hingga kuliner tradisional. “Kami juga membangun kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha pariwisata, supaya Labengki terus berkembang sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk lokal,” kata Belli Tombili, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sebagai bentuk kolaborasi, pada tahun 2023, Kantor Bank Indonesia (KPwBI) Perwakilan Sulawesi Tenggara(Sultra) menetapkan Pulau Labengki Kecil sebagai desa digital dengan menerapkan transaksi keuangan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Muncul kampanye “living like a Bajo” yang mengajak wisatawan untuk merasakan kehidupan sehari-hari Suku Bajo, menikmati masakan lokal, memancing, atau sekadar ngobrol dengan penduduk setempat.
Habib mengatakan, kunci keberlanjutan pariwisata Labengki adalah mengenali keunikan, berkolaborasi dengan masyarakat, dan menjaga kelestarian alam. “Inilah masa depan pariwisata Indonesia,” ujarnya. “Kami berharap Labengki bisa menjadi contoh pengembangan pariwisata bijaksana.” Labengki yang berbentuk gugusan pulau eksotis ini berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dari situ, wisatawan dapat naik kapal cepat dengan waktu tempuh 1,5 sampai 2 jam. Pulau- pulau yang memikat menjadi destinasi wisata alternatif bagi pelancong yang ingin menikmati keindahan alam serupa Raja Ampat di Papua Barat Daya, dengan jarak yang lebih dekat.