Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO TEMPO - Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menyampaikan pentingnya kondisi kekuatan fiskal suatu daerah dalam menjalankan program pembangunan. Saat menjadi pembicara kunci di malam Apresiasi Kinerja Pemerintahan Daerah 2024, Tito memaparkan daerah-daerah yang memiliki kekuatan fiskal tinggi, sedang, dan rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tito menjelaskan perihal kekuatan fiskal daerah lantaran apresiasi tersebut mengklasifikasi daerah berdasarkan kekuatan fiskal masing-masing daerah. Dari data pemenang, daerah dengan kategori fiskal rendah jumlahnya lebih banyak dibandingkan daerah dengan kategori fiskal sedang maupun fiskal tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tito, daerah dengan kapasitas fiskal rendah didominasi oleh daerah pemekaran. "Ini menjadi persoalan bagi negara karena banyak sekali (daerah) yang meminta pemekaran," katanya. "Targetnya saat dimekarkan, dia akan naik fiskalnya, (Pendapatan Asli Daerah) PAD-nya melebihi transfer pusat. Tetapi yang terjadi, rata-rata daerah pemekaran masih sangat tergantung pada pemerintah pusat."
Tito mencontohkan provinsi dengan PAD yang lebih tinggi dibandingkan dana transfer dari pemerintah pusat. Provinsi itu meliputi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat. Sementara provinsi dengan PAD rendah adalah Aceh, Maluku, dan Papua. Besarnya PAD akan membuat suatu daerah lebih stabil dan bebas berinovasi.
"Kalau pendapatan asli daerah lebih tinggi seperti Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, artinya 73 persen pendapatan asli daerah dan hanya 26 persen bergantung dari pusat," ujar Tito. "Kami menganggap kondisi ini kuat karena dia bisa membuat program apa saja. Terjadi guncangan dari Kementerian Keuangan, penerimaan negara kurang maksimal, dia masih bisa bertahan."
Daerah dengan PAD rendah akan sangat bergantung pada dana transfer pemerintah pusat. Ketika penerimaan negara berkurang, Tito melanjutkan, maka daerah itu akan mengalami rasionalisasi. "Mereka akan bingung dan anggarannya sudah terkunci untuk belanja pegawai, operasional pegawai, dan program mandatori lainnya, terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Jadi membuat inovasi yang lain kesulitan," ujarnya.
Tito menambahkan, pendapatan asli daerah sangat berpengaruh pada peran swasta. Daerah yang swastanya ‘hidup’ akan memiliki PAD yang lebih besar. Sebab, PAD didapatkan dari pajak dan retribusi dari pihak swasta. "Daerah yang maju, dilihat dari PAD-nya yang menonjol. Pasti swastanya maju karena PAD itu dapatnya dari swasta berupa pajak dan retibusi. Kalau PAD-nya menonjol, pasti daerahnya maju karena program apapun bisa dibiayai. Tetapi kalau didominasi oleh pendapatan transfer akan tergantung dari pusat," katanya. (*)