Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengenal Humbut Langkap, Aset Berharga Kota Bajar

Humbut Langkap tidak dikomersilkan namun dapat dijadikan hidangan khas Kota Banjar di jamuan-jamuan khusus yang digelar di Kota Banjar.

20 November 2024 | 13.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Kota Banjar, Jawa Barat memiliki Situs Cagar Budaya Pulo Majeti. Situs ini bukan hanya dikenal sebagai situs bersejarah tetapi juga menyimpan potensi alam dan sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya adalah pohon langkap, sejenis pohon aren yang tumbuh liar di Gunung Babakan maupun hutan-hutan sekitar Pulo Majeti yang berada di Lingkungan Siluman Baru Kelurahan Purwaharja Kecamatan Purwaharja Kota Banjar, Jawa Barat.

Dari batang pohon langkap ini, bisa diolah menjadi salah satu lauk favorit warga Pulo Majeti yang diwariskan secara turun temurun dan dikenal dengan nama Humbut Langkap. Selain di masak, Humbut yang berasal dari batang pohon Langkap bisa dimakan mentah-mentah dan rasanya tak kalah enaknya dari kelapa. Daging Humbut memiliki tekstur renyah dan gurih serta sedikit manis.

“Selain batangnya yang bisa diolah menjadi makanan, daun pohon langkap juga ternyata bisa dimanfaatkan untuk atap anyaman rumah,” kata Ketua Kawargian Pulo Majeti, Emed Setiawan.

Dia menuturkan, pohon Langkap banyak tumbuh di kawasan hutan dan dapat menyimpan air sehingga baik untuk hutan. Karena tumbuh subur di hutan-hutan Pulo Majeti, masyarakat setempat dulunya memanfaatkan Humbut Langkap sebagai salah satu sumber makanan yang bisa menjadi masakan lezat favorit keluarga. Humbut Langkap dapat diolah menjadi oseng-oseng, disayur seperti direndang atau dapat juga bumbu gulai.

“Dulu kan Pulo Majeti ini dikenal sebagai rawa. Karena sering banjir, persawahan disini kadang tidak bisa panen walau setahun sekalipun. Itu menyebabkan masyarakat disini betul-betul kesulitan ekonomi,” kata Emed.

Seiring dengan jaman yang terus berubah, kini sayur langkap bukan lagi hidangan yang bisa ditemukan setiap hari. Kendati demikian, warga Pulo Majeti sering memasaknya pada acara-acara besar seperti acara keagamaan seperti Maulid Nabi maupun acara budaya Hajat Bumi yang rutin digelar di Situs Pulo Majeti.

Emed berharap makanan tradisional Humbut Langkap Pulo Majeti ini tidak dieksploitasi berlebihan demi menjaga habitat pohon serta ekosistem hutan di Pulo Majeti. “Kalau dikonsumsi mungkin tidak akan habis tapi kalau sampai diproduksi secara besar-besaran khawatirnya akan berdampak ke hutan,” kata dia.

Masuk dalam KIK kemekumham

Humbut Langkap tidak dikomersilkan namun dapat dijadikan hidangan khas Kota Banjar di jamuan-jamuan khusus yang digelar di Kota Banjar. Humbut Langkap Pulo Majeti menjadi salah satu makanan tradisional khas Kota Banjar yang telah masuk dalam daftar Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Kemenkumham RI. Penjabat Wali Kota Banjar, Ida Wahida Hidayati, menerima penghargaan itu dari Kemenkumham di Bandung, pada Juli lalu. Saat itu, sertifikat diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI dalam acara Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Jawa Barat “Sinatria Pinayungan” oleh Baresan Olot masyarakat Adat (Boma) kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna Hamonangan Laoly.

Sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal adalah Kekayaan Intelektual yang kepemilikannya bersifat kelompok atau dimiliki bersama oleh masyarakat, bukan individu yang memiliki nilai ekonomi yang dapat “dijual” sebagai branding positif, serta dapat diwariskan kepada generasi penerus.

Penjabat (PJ) Wali Kota Banjar berharap melalui Kekayaan Intelektual Komunal ini, Humbut Langkap menjadi aset yang bernilai tinggi dan berharga bagi Kota Banjar khusunya masyarakat Pulo Majeti. Kekayaan Intelektual Komunal ini penting untuk dilindungi karena memiliki nilai ekonomi, dapat “dijual” sebagai branding positif, serta dapat diwariskan kepada generasi penerus.

“Dengan adanya sertifikat ini, membuktikan bahwa adanya perlindungan bidang Pengetahuan Tradisional Berupa Makanan Tradisonal Humbut Langkap Pulo Majeti sehingga tidak dapat diakui oleh individu atau komunitas,” ujar dia. (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fifia Asiani

Fifia Asiani

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus