Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perajin Kostum Jaran Kepang Bebas Berkreasi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan workshop Kostum Jaran Kepang terselenggara sebagai rangkaian Festival Sindoro Sumbing (FSS) 2019.

27 Juni 2019 | 11.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peserta Workshop Kostum Jaran Kepang mengawali kegiatan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL — Sekitar 40 peserta workshop Kostum Jaran Kepang tersenyum lega. Asisten Ahli Institur Seni Indonesia (ISI) Surakarta Hartanto S.Sn. M.Sn., menyampaikan kesimpulan ihwal busana pelaku Tari Jaran Kepang Tumenggung. Siapa pun dipersilakan berkreasi selama tetap mempertahankan ciri khas kota di antara Gunung Sumbing dan Sindoro itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Boleh mempertahankan sesuai local genius masing-masing,” ujarnya. “Boleh kita ambil pengaruh dari luar, tetapi tidak mentrasfer langsung. Paling tidak, nanti setiap komunitas memberi saran dan menetapkan kostum berciri Temanggung. Nanti kalau ada misi kebudayaan ke luar daerah, desain kostum itulah yang dipakai biar orang tahu, ini toh Jaran Kepang dari Temanggung,” kata Hartanto, memaparkan dalam workshop di Lemuk Gunung, Temanggung, 26-27 Juni 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya berharap tercipta sebuah bentuk baru, tidak terlepas dari pakem, namun mengikuti perkembangan zaman,” kata Kasie Dispora Kemendikbud, Darwin, memberikan penjelasan terhadap workshop kostum Jaran Kepang tersebut.

Senada, Penata Tari dan Asisten Ahli ISI Nuryanto Noto Susanto menyampaikan bahwa tak boleh beranggapan desain kostum Idakeb (Inspeksi Daerah Kebudayaan) yang diperkenalkan sejak 1970-an oleh R. Subagyono dan diakui masyarakat Temanggung sebagai kostum klasik kuda lumping, kemudian dianggap kuno.

Nuryanto mengingatkan arti penting sebuah kostum tak semata estetika lalu melupakan fungsi utama. “Jangan sampai penari memakai kostum malah terganggu geraknya, nggak boleh begitu. Kostum harus dapat membuat pemakainya leluasa untuk mencapai gerak maksimal sehingga tak terlihat kaku.”

Workshop ini terselenggara sebagai rangkaian Festival Sindoro Sumbing (FSS) 2019, dan bagian dari platform Indonesiana hasil kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Pemerintah Kabupaten Temanggung, juga Kabupaten Wonosobo. Kebetulan, jaran kepang atau kuda lumping merupakan kesenian khas Temanggung. Lebih dari 700 komunitas tersebar di tiap kecamatan. Sejatinya, masyarakat di wilayah penghasil tembakau itu sudah menerima kostum Idakeb. Namun, dalam perkembangannya, terutama setelah tahun 2000-an, sejumlah komunitas menyerap pengaruh kostum penari Bali.

Di satu sisi, kostum jenis ini digemari khalayak luas lantaran terlihat lebih meriah, termasuk penggunaan topeng Leak. Namun, menimbulkan kekhawatiran baru, adaptasi secara serampangan akan menghilangkan identitas asli Temanggung. “Nanti kalau tampil di Bali dan orang sana lihat, kok mencuri (desain) kostum kami, bisa gawat,” kata Hartanto.

Karena itu, FSS memasukkan acara workshop ini guna mencari kesepakatan bersama antara perajin kostum di Temanggung. Setelah paparan Hartanto dan Nuryanto, hari kedua workshop semua peserta dibagi menjadi tujuh kelompok sesuai kecamatan terdekat. Mereka diminta membawa kostum khas wilayah mereka, lalu mendiskusikan untuk mencapai ketetapan kostum berciri khas Temanggung. Setelah itu, mereka juga bisa praktik langsung membuat kostum tersebut.

Workshop Kostum Jarang Kepang atau kuda lumping pada rangkaiaan program Festival Sindoro Sumbing juga salah satu upaya menggiatkan seluruh ekosistem dan mata rantai dalam satu pertunjukan atau seni kuda lumping, penata tarinya, penarinya, musisi, perias juga perajin kostumnya.

Muklisin (30) salah satu perajin dalam workshop tersebut, terlihat senang karena mendapat pengetahuan baru ihwal kostum klasik Jaran Kepang khas Temanggung. Kendati demikian, ia mengaku sejak 2006 atau 2007 pesanan kostum asli itu kian jarang. Lebih banyak peminat kostum modifikasi khas Bali.

“Lebih populer Bali,” ucapnya. Tak jarang ia harus mengirim bahan kain metris dari Pulau Dewata tersebut. Satu set kostum dihargai hingga Rp 2 juta, sementara kostum klasik lebih murah.

Akankah Muklisin, perajin dari Desa Giling Sari menjadi rugi jika workshop memutuskan kostum Tari Jaran Kepang Temanggung kembali pada desain klasik atau Idakeb? Pasalnya, komunitas tari kemungkinan besar tak lagi memesan kostum khas Bali. “Nggaklah, nggak rugi. Sama aja,” katanya sambil tertawa. “Cuma, yang penting ada ongkos jahit.”  (*)

Bahasa Prodik

Bahasa Prodik

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus