Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam gubuk kayu berukuran enam meter persegi yang atapnya penuh lubang, Maria Evin, bercerita sulitnya kehidupan di Dusun Heso, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Terutama saat kemarau panjang yang hadir begitu cepat tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya harus jalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan air,” ucap wanita berusia 42 tahun itu saat dikunjungi, beberapa waktu lalu. Kulit Maria dan tiga anaknya tampak kering serta rambut yang kusut masai, mempertegas bahwa mereka jarang tersentuh air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kisah Maria, penduduk miskin dari timur Indonesia itu, hanyalah satu dari sekitar setengah miliar manusia di muka bumi yang mengalami kelangkaan air sepanjang tahun, sebagaimana dilaporkan oleh United Nations Development Programme atau UNDP pada 2023. Sedangkan sebanyak 2,2 miliar orang kekurangan air minum yang layak.
Padahal, memastikan setiap insan mendapatkan air yang layak tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal dengan SDGs, terutama poin enam tentang air bersih dan sanitasi layak. Indonesia merupakan satu dari 193 negara yang bersepakat dengan agenda SDGs ini.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga, Dimyati Natakusumah
Menyadari hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi suara rakyat, berjuang keras agar target SDGs ini tercapai di dalam negeri maupun seluas dunia. “DPR menaruh perhatian besar pada slogan SDGs yakni no one left behind. Air adalah akses yang sangat penting bagi kehidupan di semua lini masyarakat,” kata Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga, Dimyati Natakusumah, Kamis, 16 Mei 2024.
Kesadaran ini yang menjadi dasar keterlibatan aktif DPR dalam The 10th World Water Forum yang berlangsung di Bali pada 19-22 Mei 2024. Mengusung tema “Watercracy: Water for Democracy”, DPR memandang bahwa persoalan mengenai air penting untuk dibahas bersama karena air merupakan hak asasi manusia.
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti. Dok. dpr. go. id
Anggota Komisi VII DPR, Dyah Roro Esti Widya Putri, menjabarkan kontribusi yang dapat dilakukan parlemen Indonesia dalam The 10th World Water Forum atau WWF 2024 ini.
“Pertama dengan membuat pembaharuan undang-undang atau peraturan lain yang outdated, agar dapat memperkuat perlindungan terhadap sumber daya air dengan menyesuaikan kondisi saat ini dan target yang linear dengan SDGs,” kata Roro Esti.
Ia memberi contoh yang telah dilakukan yakni perbaharuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 menjadi Undang-undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Langkah berikutnya yakni mendorong regulasi yang dapat meningkatkan praktik-praktik berkelanjutan dalam penggunaan air, serta mengatur tanggung jawab pengelolaan air di tingkat lokal dan nasional.
DPR sebagai fungsi kontrol, Roro Esti melanjutkan, juga harus aktif melakukan pengawasan sekaligus berkorodinasi dengan pemerintah. Misalnya, dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pengelolaan sampah dan upaya penanganan yang mampu mencegah polutan mencemari sumber air untuk masyarakat.
Contoh lainnya, bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam menjamin ketersediaan fasilitas air bersih dan sanitasi bagi masyarakat.
Roro mengatakan DPR mengusulkan resolusi atau deklarasi bersama dalam WWF 2024 yang menegaskan pentingnya ketahanan air dan komitmen melindungi sumber daya air secara global. “Parlemen Indonesia juga dapat mendukung kerja sama dalam proyek-proyek bersama antar negara untuk meningkatkan ketahanan air, seperti proyek-proyek peningkatan infrastruktur air atau pengelolaan sumber daya air lintas batas,” ucap perempuan kelahiran 1993 itu.
Langkah berikutnya, DPR dapat berperan sebagai advokat untuk kebijakan global yang mendukung ketahanan air, termasuk dalam forum-forum seperti PBB dan G20. Selain itu parlemen juga dapat memperjuangkan pendanaan internasional untuk inisiatif yang berkaitan dengan air.
Terakhir, kata Roro Esti, DPR dapat memfasilitasi pertukaran pengalaman dan best practice dengan parlemen dari negara-negara lain dalam hal kebijakan, program, dan teknologi yang berkaitan dengan ketahanan dan pelestarian air.
Kerja sama ini menjadi keniscayaan mengingat dunia menghadapi tantangan krisis air yang sama. Perubahan iklim menjadi isu terbesar dan mengancam ketahanan air, mulai dari peningkatan kekeringan, banjir serta perubahan pola curah hujan yang tidak teratur.
Masalah lain yang patut menjadi perhatian parlemen sedunia, adalah pertumbuhan penduduk dan urbanisasi; kegagalan infrastruktur air; konflik air akibat persaingan antara pertanian, industri, dan pemukiman; deforestasi dan degradasi yang mengakibaktan kerusakan ekosistem. Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian sumber daya air.
Dukungan Kebijakan
Roro Esti menilai DPR dapat menjadi contoh bagaimana Indonesia berkomitmen mengatasi krisis air sebagaimana target SDGs. “Parlemen dapat memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang mendukung ketahanan dan pelestarian air disusun, diperdebatkan, dan disahkan dengan memperhitungkan aspirasi dan kepentingan masyarakat,” kata dia.
Selain itu, DPR juga teguh menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan sebuah kebijakan terkait pengelolaan sumber daya air dan perlindungan lingkungan. Dewan juga melakukan evaluasi terhadap program-program dan proyek-proyek yang telah dilaksanakan. “Serta memastikan bahwa dana yang dialokasikan telah digunakan secara efektif,” ucapnya.
Kisah sukses dalam bentuk regulasi, kata Roro Esti, adalah penerbitan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2019 yang mengatur tentang Sumber Daya Air. Pemerintah Indonesia juga telah membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2017.
Dewan Sumber Daya Air Nasional adalah badan koordinasi pengelolaan sumber daya air di tingkat nasional yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam menetapkan kebijakan nasional pengelolaan sumber daya air. Dewan juga mengkoordinasikan pengambilan dan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengelolaan sumber daya air.
Adapun di lingkup komplek parlemen, Dimyati yang juga Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), menjelaskan bahwa komplek seluas 8.000 meter persegi itu melaksanakan penghijauan melalui penanaman pohon, membuat saluran air dan biopori.
Sebagai contoh pada peringatan Hari Bumi dua tahun silam, anggota dewan menanam alpukat, sawo, duren, jamblang, bisbul, tanjung serta gaharu. Ketua DPR Puan Maharani terjun langsung menanam pohon alpukat asal Lampung tersebut.
Sedangkan jumlah biopori yang berada di lingkungan komplek parlemen sebanyak 7.100 lubang. Dimyati memastikan dengan ribuan biopori tersebut, ‘rumah rakyat’ ini relatif aman dari bencana air. “Hutan kota, resapan, biopori, semua bermanfaat untuk mencegah banjir dan genangan,” ujarnya.