Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perluas Kawasan Konservasi, KKP Bersinergi Susun Peta Potensi OECM

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun kolaborasi untuk menyusun peta potensi Other Effective Area-Based Conservation Measures (OECM) atau tindakan konservasi berbasis wilayah yang efektif di luar kawasan lindung.

12 November 2024 | 19.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkolaborasi dengan sejumlah lembaga non pemerintah, akademisi hingga para pemerhati lingkungan untuk menyusun peta potensi Other Effective Area-Based Conservation Measures (OECM) atau tindakan konservasi berbasis wilayah yang efektif di luar kawasan lindung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal itu bermanfaat untuk mengidentifikasi kategori lokasi yang berpotensi OECM melalui pembaruan data dan informasi yang terus berlanjut. Kolaborasi itu terjalin dengan World Wide Fund for Nature (WWF), Konservasi Indonesia (KI), Rare, Rekam Nusantara, Coral Triangle Center (CTC), dan Pesisir Lestari (YPL).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“KKP berkomitmen untuk memperluas kawasan konservasi laut hingga 30 persen pada 2045, melalui pendekatan OECM yang terangkum dalam dokumen MPA Vision 30x45,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo, Selasa, 12 November 2024.

Menurutnya, OECM akan mengintegrasikan potensi-potensi yang ada ke dalam program konservasi nasional untuk mendukung pelaksanaan program ekonomi biru dengan melibatkan masyarakat untuk ikut mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan, melindungi ekosistem penting, serta memastikan mata pencaharian masyarakat lokal.

Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Firdaus Agung mengatakan, kolaborasi bersama KKP dan Konsorsium MPA dan OECM telah merumuskan definisi dan kriteria OECM melalui rangkaian pertemuan yang inklusif dengan melibatkan berbagai model konservasi pesisir dan laut berbasis masyarakat. Perumusan ini didasarkan pada kesesuaian kondisi lokal di Indonesia. 

Adapun sejauh ini telah dilaksanakan uji petik di beberapa wilayah potensi dengan melibatkan masyarakat untuk melihat kesesuaian serta menghimpun masukan dan ide dari tingkat tapak terkait dengan definisi dan kriteria OECM tersebut.

"Pendekatan OECM di luar kawasan konservasi ini memberikan peluang untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan yang berkelanjutan, berlandaskan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1995 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE)," ujar Firdaus. 

Menurut Firdaus, pendekatan itu memungkinkan terdokumentasikannya praktik-praktik konservasi laut berbasis masyarakat sebagai salah satu keberagaman budaya yang selama ini belum tercatat secara formal.

Pada Konferensi Keanekaragaman Hayati di Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity (COP-CBD) ke-16, Indonesia kembali menegaskan komitmen konservasi laut melalui OECM sebagai bagian dari upaya mencapai ekonomi biru yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Sejalan dengan kebijakan KKP yang ditegaskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di berbagai forum global, konservasi di wilayah laut menjadi salah satu strategi andalan Indonesia dalam memulihkan kelautan dan ekosistem perairan. Melalui strategi ini diharapkan kesehatan dan produktivitas laut dapat terjaga untuk implementasi ekonomi biru di Indonesia. (*)

Bestari Saniya Rakhmi

Bestari Saniya Rakhmi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus