Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Pembenahan tata kelola perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPP-NRI) terus dilakukan, seturut diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 sejak Juni silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permen ini mengatur tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. Merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 yang menjadi regulasi turunan dari Undang-Undang No. 11 atau UU Cipta Kerja, kerap disebut juga sebagai Omnibus Law.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuan Permen ini untuk pengaturan dan pengelolaan alat penangkapan ikan (API) dan alat bantu penangkapan ikan (APBI) demi terciptanya manfaat optimal serta memberi perlindungan pada lingkungan hidup.
“Prinsip pengelolaannya menjamin kesetaraan akses antara nelayan kecil dan nelayan besar melalui pembagian jalur dan pembatasan kapasitas penangkapan,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini dalam acara Bincang Bahari, Selasa, 27 Juli 2021 yang digelar virtual dengan tema “Tata Kelola Penangkapan Ikan untuk Indonesia Makmur, Kupas Tuntas Permen KP Nomor 18 Tahun 2021”.
Regulasi terperinci dijabarkan dalam Permen berisi 58 pasal ini. Mulai dari jalur penangkapan, jenis dan sifat API, selektifitas dan kapasitas API, hingga jenis API dan APBI yang diperbolehkan dan dilarang. Salah satu yang dilarang adalah penggunaan cantrang. Artinya, melalui beleid ini, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan polemik tentang cantrang telah diakhiri.
“Para pelaku cantrang akhirnya bisa menyadari bahwa tidak bisa sembarangan menangkap ikan di wilayah perairan di Indonesia, karena banyaknya penolakan. Misalnya masyarakat tuna sangat keras menolak cantrang, demikian juga masyarakat di Sulawesi,” ujar Menteri Trenggono melalui rekaman pernyataannya dalam acara ini.
Pelarangan cantrang dan alat bantu lainnya yang berbahayamerupakan upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan pembangunan energi biru yang ramah lingkungan. “Konsep penangkapan terukur ini dibuat berdasarkan Undang-Undang 45 bahwa kita harus memikirkan kemakmuran bagi rakyat yang sebesar-besarnya,” ujar Annastasia Rita Tisiana, Tim Pelaksana Unit kerja Menteri Kelautan dan Perikanan.
Salah satu faktor penting menciptakan keadilan agar implementasi Permen ini tepat sasaran, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) melakukan pengawasan terpadu,. Pengawasan dilakukan menggunakan Vessel Monitoring System (VMS) yang memantau pergerakan dan aktivitas kapal perikanan berbasis satelitsecara langsung, atau real time. “Yang melanggar bisa kena sanksi administrasi atau teguran keras,” kata Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Ditjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono.
Proses pengawasan juga dilakukan denga tiga mekanisme. Pertama, menggunakan alat SLO saat kapal sebelum melaut. Petugas PSDKP memerika surat-surat kapal yang akan berangkat. Langkah kedua menggunakan Pusat Pengendalian Perikanan (Pusdal), dan terakhir yakni pemeriksaan kapal yang pulang dari melaut.
Terbitnya Permen 18 ini mendapat apresiasi dari pengamat yang mewakili kalangan pengusaha, organisasi nelayan, dan akademisi. Semua nelayan diharapkan menaati peraturan ini. “Kami mohon Pak Menteri, kalau bisa diwajibkan semua nelayan melakukan perbaikan alat tangkap dari hulu hingga hilir, karena akan memudahkan pendataan yang dilakukan KKP,” kata Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra.
Tingkat kepatuhan nelayan juga menjadi pertanyaan Guru Besar FPIK IPB, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Pasalnya, selama ini nelayan bersuara keras ketika ada peraturan yang mengusik kehidupan mereka. “Tantangan Permen KP 18 yakni pelaksanaannya di lapangan. Akankah nelayan dan pelaku perikanan segera memahami aturan ini dan selanjutnya mematuhi? Ini pe-er kita,” ujarnya.
Sebab itu, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik mengajak peran serta seluruh masyarakat mensukseskan Permen KP 18. “Partisipasi publik harus terus berjalan sehingga proses perbaikan tetap berlangsung,” katanya (*)