Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL — Perkembangan ekonomi digital yang pesat harus diiringi perlindungan optimal terhadap pelakunya. Salah satunya melalui tanda tangan digital tersertifikasi. “Dengan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi, ada keabsahan. Kalau tidak ada keabsahan, siapa yang bertanggung jawab,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, di Forum Forum Group Discussion bertajuk “Efektivitas Pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dalam Penggunaan Dokumen Elektronik,” Senin, 11 November 2019, di ballroom Majapahit, Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sertifikasi tanda tangan elektronik dilakukan perusahaan Certificate Authority (CA) yang beroperasi dengan aturan keamanan yang tinggi. Sebagai regulator, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menerapkan persyaratan yang ketat untuk sertifikasi perusahaan ini. “Yang kita jual adalah kepercayaan atau atau trust. Kalau trust sudah tidak ada, ya sudah, selesai kita,” kata Semuel dalam diskusi yang digelar oleh Tempo Media Group dan Kementerian Kominfo tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lebih lanjut dijelaskan Semuel, apa yang dilihat, dibaca dan ditonton di ranah digital tidak bisa dipercaya sampai sumbernya bisa dipercaya. Seseorang bisa mengaku sebagai siapa saja sehingga perlu autentikasi dan validasi melalui CA. Saat ini baru ada tiga perusahaan CA yang sudah tersertifikasi Kementerian Kominfo, yakni PrivyID, Perum Peruri, dan PT Indonesia Digital Identity.
Tanda tangan elektronik merupakan simbol identitas seseorang. Seperti KTP, bentuknya sertifikat digital atau bisa disebut sertifikat elektronik. Di dalamnya ada informasi individu berupa nama, NIK, tempat tanggal lahir, alamat, public key dan private key.
Dijelaskan CEO PrivyID Marshall Pribadi, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi ini, penggunaan tanda tangan digital tersertifikasi bisa membantu mengatasi permasalahan lingkungan, karena akan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari pengiriman dokumen fisik dari satu titik ke titik lainnya. “Rata-rata penggunaan kertas orang Indonesia yang tinggi, yakni 32,6 kilogram per tahun bisa dikurangi,” ujar Marshall.
Di bidang bisnis, dokumen dengan tanda tangan digital tersertifikasi bisa disimpan secara aman di cloud server sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengarsipan dokumen. Tanda tangan digital tersertifikasi juga mendukung inklusi keuangan karena penandatanganan dokumen secara digital bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. “Institusi finansial bisa menjangkau pelanggan dengan lebih efisien,” kata Marshall.
Untuk keamanan siber, penggunaan sertifikat elektronik SSL pada toko online dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mengenkripsi transaksi. “Salinan transaksi dapat ditandatangani secara digital menggunakan TTE bersertifikat untuk audit trail,” ujarnya.
Selain Semuel dan Marshall, pembicara lain pada diskusi ini adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim dan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta. Acara diikuti dua ratusan peserta yang merupakan pelaku usaha di sektor keuangan dan perwakilan beberapa lembaga negara. (*)