Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Bali pasca pandemi COVID-19 pada rentang 2022-2023 sangat mengesankan, yaitu tumbuh 6,77 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itulah yang menjadikan Bappenas memberikan target tinggi laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Bali tahun 2025 di kisaran 6,68-6,83 persen. Sementara angka kemiskinan ditargetkan di 2,23 - 2,73 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu karena Bali punya andil dalam menopang LPE nasional yang ditargetkan 5,3-5,6 persen dan menurunkan laju kemiskinan dari 9 persen di 2024 menjadi 6-7 persen pada 2025.
Namun menurut Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra, mengutip halaman bappeda.baliprov.go.id target nasional itu dipandang terlalu optimis. Karena Pemprov Bali sendiri memasang target LPE 2025 5,25 - 6,25 persen, sedangkan penurunan kemiskinan 4,06 persen yang sedikit lebih rendah dibanding 2024 yang 4,25 persen.
Menurut Ika Putra perlu usaha ekstra keras, dan kerjasama yang baik antara para pemangku kepentingan di Bali. Termasuk dalam hal ini intervensi dari pemerintah pusat. “Perlu dukungan kebijakan yang kuat untuk mewujudkannya,” kata Ika Putra.
Semangat kerjasama itulah yang menjadi fokus Penjabat Gubernur Provinsi Bali, Irjen (Pol.) Drs. Sang Made Mahendra Jaya, MH. Terdapat 10 program kerja unggulan yang menjadi perhatian utama S.M Mahendra Jaya.
Program tersebut adalah pengendalian inflasi, penanganan stunting, badan usaha milik daerah (BUMD), pelayanan publik, pengangguran, penuntasan kemiskinan ekstrim dan pengentasan kemiskinan, kesehatan, anggaran, kegiatan unggulan, dan perizinan.
Untuk mengurangi miskin ekstrim, provinsi Bali juga memperbaiki angka pengangguran. Hingga Februari 2024 tercatat ada 777 jiwa masuk miskin ekstrim.
Sementara itu, untuk menangani pengangguran, Provinsi Bali melakukan pemetaan atau pendataan seperti pencari kerja, ketersediaan/kebutuhan lapangan kerja. Kemudian melakukan pemberian atau meningkatkan kompetensi pencari kerja dan peningkatan mutu lembaga pelatihan kerja.
Pemerintah juga menyediakan informasi kerja (bursa kerja), memfasilitasi penyaluran kerja, serta pengawasan perusahaan penyalur dan pengguna tenaga kerja. Pada sisi lain, pemerintah memfasilitasi kemudahan berusaha, pemberian bantuan modal usaha untuk memulai usaha, dan fasilitasi pengembangan UMKM. Pemerintah Bali juga memastikan ketaatan untuk mempekerjakan tenaga kerja difabel dan tenaga kerja lokal.
“Dengan seluruh upaya tersebut, tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Bali pada Februari 2024 hanya sebesar 1,87 persen. Angka ini turun 1,86 persen dibandingkan dengan Februari 2023,” kata S.M Mahendra Jaya.
Sedangkan untuk aspek kesehatan, Pemprov Bali melakukan upaya-upaya seperti pemetaan dan pendataan permasalahan kesehatan. “Misalnya dengan mendata penduduk yang tidak memiliki akses layanan kesehatan, sebaran tenaga kesehatan, dan ketersediaan layanan kesehatan sampai tingkat banjar atau Posyandu,” ujar S.M Mahendra Jaya.
Bali juga melakukan kerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk memastikan universal health coverage (UHC) 100 persen, lalu memfasilitasi pemenuhan tenaga kesehatan pada daerah yang masih kekurangan. Di saat sama juga memfasilitasi peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di rumah sakit dan puskesmas. “Dan yang tak kalah penting mendorong peran serta swasta untuk membuka dan meningkatkan pelayanan kesehatan,” ucapnya.
Begitupun, di Bali masih ditemui kasus stunting. Hingga Juni 2024, ada 6.442 kasus stunting. Ini setara dengan 3,4 persen dari seluruh bayi dan anak yang diukur. Untuk mencegah dan meminimalkan stunting, Pemprov Bali, menurut S.M Mahendra Jaya melakukan sejumlah program agresif seperti penggerakan aksi bergizi, penggerakan bumil sehat, penggerakan posyandu aktif, penggerakan cegah stunting, dan jambore kader. “Semuanya melibatkan segenap unsur warga Bali, dari pelajar ibu hamil, kader posyandu dan lain-lain,” tutur S.M Mahendra Jaya.
Sedangkan untuk mengatasi kemiskinan ekstrim, yang pada indikator Kemiskinan Ekstrim daerah Bali mencapai 0,19 persen dari total penduduk berdasar data Juli 2024, ditempuh sejumlah upaya. Diantaranya melakukan validasi dan verifikasi berdasar data sesuai NIK, menurunkan beban pengeluaran dengan bantuan sosial dan jaminan sosial, meningkatkan pendapatan masyarakat, melakukan ngrombo atau keroyok kemiskinan dengan melibatkan filantropi, orang tua asuh, dan stakeholder lain. Tak kalah penting memperbaiki infrastruktur jalan dan air bersih.
S.M Mahendra Jaya menegaskan, bahwa semua program tersebut akan maksimal jika melibatkan kerjasama dengan seluruh stakeholder di Bali. “Kami punya kearifan lokal yang menjadi perekat program dan kegiatan masyarakat, yaitu semangat gotong royong yang disebut Ngrombo. Kekuatan Ngrombo telah menjadi bukti untuk menyelesaikan sejumlah persoalan maupun aktivitas masyarakat Bali. Tak hanya menuntaskan persoalan dasar seperti kesehatan, kemiskinan, maupun kesejahteraan sosial yang untuk maju dan bangkit bersama,” papar S.M Mahendra Jaya.
Dinamika perekonomian dan industri terutama pariwisata di Bali juga berdampak kepada persoalan manajemen lalu lintas. Tentu masih lekat di ingatan kemacetan parah pada akhir Desember 2023 di jalan raya menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai dan merembet ke jalan tol Bali Mandara.
Saat ini kemacetan rutin juga terjadi di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Hal itu karena pergerakan masyarakat Bali, baik warga lokal maupun luar sangat tergantung pada kendaraan pribadi
Merujuk pada data BPS Provinsi Bali pada 2023 saja, total jumlah kendaraan 5.016.351 unit, dengan jumlah terbesar yaitu sepeda motor di angka 4.303.266, disusul mobil penumpang sebanyak 524.619 unit. Bandingkan dengan total penduduk Bali yang berjumlah 4,43 juta orang. Belum terhitung wisatawan domestik yang menggunakan kendaraan dari luar Bali.
Sebenarnya untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas di Bali, sudah ada Pergub N0.44 Tahun 2023 yang memaparkan tentang rencana induk infrastruktur transportasi terintegrasi di Provinsi Bali. Pergub itu terdiri dari tujuh pilar kebijakan, yaitu; pengembangan keterpaduan tata guna lahan dan sistem transportasi publik, pengembangan jaringan sarana transportasi publik yang ramah lingkungan, pengembangan prasarana jalan untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah, pengelolaan transportasi berbasis IT, pengembangan transportasi laut dan udara yang terintegrasi, serta pengembangan sistem transportasi perkeretaapian.
Transportasi umum di Bali sendiri sudah tersedia bus Trans Metro Dewata (TMD) yang melayani 6 koridor, terutama di wilayah Sarbagita. Namun, jumlah penumpangnya masih belum memuaskan. Terdata pada 2023 total jumlah penumpang baru di kisaran 2 jutaan dengan load factor baru 39,8 persen. Sedangkan pada Juni 2024 terdata load factor baru mencapai 15,6 persen dengan total jumlah penumpang di kisaran 885 ribu orang.
Pemprov Bali juga sedang menggenjot pembangunan angkutan massal berbasis kereta berupa light rail transit (LRT). Konstruksi bangunan berbeda dengan LRT yang ada di Palembang maupun Jakarta, Depok, dan Bekasi yang berada di atas tanah, karena pertimbangan faktor budaya, sosial, maupun adat istiadat. Misalnya tinggi bangunantidak boleh melebihi Pura Besakih, tidak merusak cagar budaya, demi kelestarian budaya Bali.
Mengutip pernyataan S.M Mahendra Jaya, bahwa dengan semangat Ngrombo, bergotong royong antar seluruh stake holder di Bali, maka akan lebih mudah dalam menyelesaikan setiap persoalan yang mendesak. Tidak hanya soal kemacetan, tetapi hal-hal mendasar yang dibutuhkan masyarakat Pulau Dewata.