Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Joko Widodo menargetkan angka stunting dapat ditekan menjadi 14 persen pada 2024. Pada 2014, persentase angka stunting di Tanah Air sebesar 37 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian pada 2021, angka stunting turun menjadi 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Presiden Jokowi pun telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai peraturan itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditugaskan sebagai Ketua Pelaksana. Kepala BKKBN Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G. (K), menjelaskan, stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
Stunting berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia, yakni rendahnya kecerdasan (kemampuan kognitif), meningkatnya risiko penyakit tidak menular, dan stunting pada usia dewasa. Karena itu, Hasto menegaskan, stunting merupakan ancaman pembangunan di masa yang akan datang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia.
"Pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah, karena tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah sehingga pada kehamilan yang terjadi beresiko menghasilkan anak stunting," kata Hasto dalam peluncuran materi penyuluhan audiovisual untuk percepatan penurunan stunting bagi para penyuluh agama, di Pendopo Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin, 28 November 2022.
Hasto menjelaskan, terdapat remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik sebesar 36,3 persen; wanita usia subur 15-49 tahun dengan risiko kurang energi kronik masih 33,5 persen; dan mengalami anemia sebesar 37,1 persen. BKKBN pun membuat program wajib pendampingan, konseling dan pemeriksaan (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb) yang dilakukan mulai tiga bulan sebelum menikah untuk memastikan setiap calon pengantin atau calon pasangan usia subur (Catin/Calon PUS) berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil.
Menurutnya, setiap Catin atau Calon PUS wajib memperoleh pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama tiga bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting. "Harapannya faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada Catin atau Calon PUS dapat teridentifikasi dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil," ujarnya.
Hasto mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 mengamanatkan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting dengan kelompok sasaran meliputi remaja, calon pengantin/calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0-59 bulan.
Karena itu, dia melanjutkan, segala upaya dalam percepatan penurunan stunting ini harus dilakukan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi diantara kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan seluruh pemangku kepentingan yang ada. Sinergitas dan kolaborasi antara BKKBN, dan Kementerian Agama sangat penting.
"Dan harus dapat diimplentasikan sampai ke lini lapangan, prakteknya harus terlaksana dengan baik. Melalui pelibatan dan pemberdayaan para Tokoh dan Penyuluh Agama, kami berharap khalayak, utamanya calon pengantin mendapatkan penyuluhan dan penjelasan tentang stunting dan pencegahan serta penanggulangannya," kata Hasto.
Itu sebabnya, Hasto melanjutkan, dalam optimalisasi pelaksanaan penyuluhan stunting oleh para penyuluh agama, BKKBN bekerja sama dengan Direktorat Bina KUA Kementerian Agama telah menyusun materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) audio visual sebagai bahan pembelajaran bagi para penyuluh agama dalam melaksanakan KIE stunting. "Dengan materi audio visual yang sudah disusun ini, kami berharap para tokoh dan penyuluh agama dapat menjadi lebih mudah dalam melaksanakan penyuluhan, dan KIE kepada masyarakat," ujarnya.
Dalam upaya menurunkan angka stunting, BKKBN telah melakukan pengembangan aplikasi Elsimil, atau Elektronik Siap Nikah dan Hamil. Aplikasi ini diharapkan dapat mendeteksi calon pengantin yang berisiko memiliki anak stunting.
Selain calon pengantin, Elsimil juga ditargetkan untuk kelompok sasaran remaja karena kelak akan menjadi calon pengantin. Selain berfungsi sebagai alat skrining dan media komunikasi dengan TPK, Elsimil juga berfungsi sebagai media edukasi tentang kesehatan reproduksi, kon