Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>YUNANI</font><br />Memantik Revolusi Sosial Kedua

Kerusuhan massal dipicu penembakan seorang remaja. Banyak mimpi tak terwujud.

15 Desember 2008 | 00.00 WIB

<font size=1 color=#FF9900>YUNANI</font><br />Memantik Revolusi Sosial Kedua
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MULANYA tampak seperti demonstrasi biasa. Sebuah mobil polisi yang ditumpangi Epaminondas Korkoneas, 37 tahun, dan Vassilis Saraliotis, 31 tahun, mendekat ke kerumunan. Sekitar 30 remaja di Distrik Exarchia, Athena, Yunani, tiba-tiba mengepung mobil itu. Senjata pun meletus pada Sabtu dua pekan lalu.

Alexandros Grigoropoulos, remaja 15 tahun, tersungkur. Korkoneas mengaku melepaskan tembakan peringatan ke atas tiga kali. Entah bagaimana peluru memantul dan membunuh Grigoropoulos. Tapi sejumlah saksi mata mengatakan polisi langsung mengarahkan senjatanya ke dada remaja itu.

Sejak itu, kerusuhan menjalar ke seantero Athena, bahkan ke sepuluh kota lain di Yunani. Remaja-remaja keluar dari sekolah, guru-guru mendeklarasikan aksi mogok, mahasiswa menanggalkan ranselnya dan memilih menenteng bom molotov.

Ribuan orang murka, bertutup kepala dan berhelm, menghancurkan jendela toko dan bank, menjarah dan membakar. ”Teman kami berdiri di depan tokonya, menyaksikan tokonya dihancurkan sambil berpikir, ’Tuhan, apa yang sedang terjadi’,” kata Panayis Karellas, Ketua Asosiasi Pedagang Athena.

Sampai akhir pekan lalu, Yunani masih rame. Ekonomi lumpuh, kerugian hingga tengah pekan lalu mencapai US$ 1,3 miliar. ”Ini benar-benar mengejutkan,” ujar Constantinos Angelopoulos, pengamat politik. ”Pembunuhan seorang anak muda telah membuka begitu banyak masalah ke permukaan.”

Juru bicara koalisi kelompok kiri yang membantu pendudukan kampus Athens Law School, Senin pekan lalu, Uniting Anti-Capitalist Left, Panagiotis Sotiris, mengatakan penembakan terhadap remaja tersebut bukanlah kecelakaan. Itu merupakan bagian dari kebijakan otoriter pemerintah terhadap berbagai masalah, seperti kemiskinan, penswastaan, dan pelanggaran terhadap hak-hak buruh dan anak muda.

”Kami mengalami momen revolusi sosial yang hebat,” ucapnya. Inilah kerusuhan terbesar sejak kerusuhan sosial 1973. Saat itu junta militer melibas aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Politeknik Athena.

Penelope Stathakopoulos, Direktur Institut IEKEP, yang memberikan pelatihan dan pendampingan bagi anak-anak muda di Athena, mengatakan masalah yang dihadapi anak-anak muda negeri berpenduduk 11 juta ini telah terbangun sejak bertahun-tahun silam.

”Ada frustrasi luar biasa di kalangan mereka. Banyak mimpi yang tak bisa terealisasi,” kata psikolog dan konselor anak muda, Zoe Albani. Angka pengangguran tinggi, sekitar sembilan persen. ”Ketika berusia 26-27 tahun, mereka masih tinggal di rumah. Mereka ingin punya anak, tapi tak mampu.”

Ketakutan kian menghantui ketika terjadi krisis global. ”Orang-orang takut kehilangan pekerjaan, takut pajak naik, tak ada kenaikan gaji,” ujar Thanos Dokos, direktur sebuah lembaga kebijakan publik di Athena.

Tak aneh jika sebuah bentrokan kecil bisa menjadi pelatuk bagi lahirnya—apa yang disebut Sotiris—”revolusi sosial kedua” di Yunani. Seperempat abad lalu, tank-tank diktator Yunani menewaskan sekitar 40 orang mahasiswa.

Gerakan perlawanan mahasiswa itu membuat penguasa pascajunta militer mengeluarkan hak kekebalan, melarang penguasa memasuki kawasan sekolah atau kampus. Dalam aksi kali ini, kampus pun kembali menjadi pusat gerakan perlawanan.

Pemerintah kini limbung. Kendati kepada korban kerusuhan dijanjikan uang kompensasi 10-20 ribu euro, pemerintah dicap tak becus meredam kerusuhan. Perdana Menteri Costas Karamanlis dari Partai Demokrasi Baru, yang baru berkuasa 14 bulan, pun didesak mundur. Oposisi meminta Karamanlis menggelar pemilu ulang.

Georges Prevelakis, pengamat dari Universitas Sorbonne di Paris, memperkirakan pemerintah akan segera menggelar pemilu. ”Skenarionya, Karamanlis akan menggelar pemilu dalam waktu 2-3 bulan,” ujarnya.

Purwani Diyah Prabandari (Reuters, Globe and Mail, The Guardian, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus