Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

10 Negara yang Memiliki Aturan Hukuman Mati Bagi Koruptor

Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang memiliki undang-undang hukuman mati bagi koruptor, namun belum pernah dilakukan.

26 Desember 2024 | 16.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi hukuman mati dengan suntik. ethic.es

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Korupsi merupakan tindak kejahatan berat yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat, merusak dasar-dasar keadilan, dan menghambat kemajuan ekonomi suatu negara. Beberapa negara menerapkan hukuman mati terhadap koruptor. Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa negara yang menerapkan hukuman mati untuk koruptor.

1. Cina

Cina termasuk dalam tiga besar negara dengan jumlah eksekusi terbanyak pada tahun 2015, bersama dengan Iran dan Pakistan. Namun, data mengenai eksekusi ini sangat tertutup, sehingga sulit mendapatkan angka pasti. Tahanan di Cina biasanya tidak menunggu lama untuk dieksekusi; mereka dihukum mati segera atau menjalani masa penjara dua tahun terlebih dahulu sebelum eksekusi dilakukan. Hukuman mati di negara ini tidak hanya berlaku untuk kasus korupsi, tetapi juga untuk kejahatan ekonomi dan politik lainnya.

Pejabat yang terlibat dalam penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, serta penyalahgunaan obat-obatan yang dikendalikan oleh negara untuk kepentingan ilegal juga dapat dijatuhi hukuman mati. Pada tahun 2011, Xu Maiyong, mantan wakil wali kota Hangzhou, dan Jiang Renjie, mantan wakil wali kota Suzhou, dihukum mati setelah dinyatakan bersalah menerima suap senilai US$50 juta atau sekitar Rp700 miliar. Kasus terbaru adalah eksekusi mati terhadap Li Jianping, mantan sekretaris Partai Komunis China, yang terbukti melakukan tindak korupsi senilai lebih dari 3 miliar yuan (sekitar Rp6,6 triliun).

2. Korea Utara

Seperti halnya China, Korea Utara juga dikenal sangat tertutup dalam menerapkan hukuman mati. Tingkat kerahasiaan ini bahkan semakin meningkat sejak Kim Jong-un memegang kendali sebagai pemimpin negara tersebut. Informasi terkait hukuman mati di Korea Utara sulit dikonfirmasi karena pemerintah hampir tidak pernah mengumumkan eksekusi secara resmi. Sebagian besar laporan yang tersedia berasal dari sumber-sumber Korea Selatan dan media internasional yang bergantung pada informasi tersebut.

Salah satu eksekusi paling kontroversial di Korea Utara adalah hukuman mati terhadap Chang Song-thaek, paman Kim Jong Un, pada tahun 2013. Chang, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua Komisi Pertahanan Nasional, dituduh melakukan berbagai pelanggaran, termasuk korupsi dengan mengalihkan proyek konstruksi kepada pihak tertentu, merencanakan kudeta, dan berupaya menggulingkan pemerintahan. Selain itu, pada tahun 2015, Jenderal Pyon In Son, mantan kepala operasi Tentara Rakyat Korea, juga dilaporkan dieksekusi. Sumber-sumber Korea Selatan menyebutkan bahwa eksekusi tersebut dilakukan dua bulan setelah ia dipecat atas tuduhan korupsi dan kegagalan menjalankan perintah.

3. Irak

Eksekusi paling terkenal di Irak terjadi pada tahun 2010 dengan kematian Ali Hassan al-Majid, yang dikenal sebagai "Ali Kimia." Ia dihukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk serangan gas beracun yang menargetkan wilayah Kurdi pada tahun 1988.

Selama sanksi PBB terhadap Irak pada 1990-an, Ali Hassan al-Majid memegang sejumlah jabatan senior di pemerintahan. Namun, kekuasaannya disalahgunakan untuk kegiatan seperti penyelundupan dan kesepakatan bisnis yang sarat korupsi. Praktik korupsi tersebut menjadi alasan utama di balik pemecatannya sebagai Menteri Pertahanan pada tahun 1995.

4. Iran

Iran dikenal dengan kebijakan kerahasiaannya yang ketat, sehingga laporan tentang eksekusi pejabat publik jarang tersebar luas. Namun, berdasarkan hukum di negara tersebut, pelanggaran seperti pemalsuan, penyelundupan, spekulasi, atau tindakan yang menghambat produksi oleh pejabat publik dapat dikenakan hukuman mati. Menurut laporan dari Hak Asasi Manusia Iran, ribuan orang diduga telah dieksekusi di negara itu sejak Hassan Rouhani menjabat sebagai presiden pada tahun 2013.

5. Thailand

Thailand memiliki aturan yang memungkinkan eksekusi terhadap pejabat pemerintah, wakil rakyat, pejabat pengadilan, atau jaksa penuntut yang terbukti menuntut atau menerima suap. Namun, sejauh ini, tampaknya tidak ada pelaku kejahatan tersebut yang benar-benar dieksekusi. Pada Juli 2015, anggota parlemen Thailand mengamandemen Undang-Undang Anti-Korupsi, memperluas cakupan hukuman mati untuk mencakup pejabat asing dan staf organisasi internasional yang terlibat dalam praktik suap.

6. Laos

Setiap warga negara, termasuk pejabat publik, yang secara sengaja mengganggu perdagangan, pertanian, atau aktivitas ekonomi lainnya dengan tujuan merusak perekonomian negara dapat dijatuhi hukuman mati.

7. Vietnam

Di Vietnam, penggelapan dapat dijatuhi hukuman mati jika jumlah yang dikorupsi mencapai 500 juta dong atau lebih (sekitar Rp 300 juta), atau jika tindakannya menimbulkan dampak yang sangat serius. Suap sebesar 300 juta dong atau lebih (sekitar Rp 181 juta) juga dapat dikenai hukuman mati. Selain itu, pejabat yang terlibat dalam perdagangan lintas batas barang-barang bernilai tinggi secara ilegal, serta kasus serius terkait pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, atau peredaran uang palsu, surat utang negara, atau obligasi, juga dapat dijatuhi hukuman mati.

8. Myanmar

Di Myanmar, pelanggaran narkoba yang dilakukan dengan memanfaatkan pengaruh atau kekuasaan sebagai pejabat publik dapat dikenai hukuman mati.

9. Maroko

Maroko menerapkan hukuman mati dalam kasus korupsi, terutama jika melibatkan hakim atau anggota juri yang menjatuhkan putusan. Namun, catatan menunjukkan bahwa eksekusi terakhir di negara ini terjadi pada tahun 1993. Eksekusi tersebut dijatuhkan kepada Mohamed Tabet, seorang komisaris polisi senior yang dinyatakan bersalah atas berbagai tuduhan, termasuk pelecehan seksual, kekerasan, pemerkosaan, penculikan, serta tindakan dan provokasi yang menyebabkan kerusuhan.

10. Indonesia

Di Indonesia, hukuman mati dapat dijatuhkan untuk kasus korupsi yang berdampak besar pada keuangan atau ekonomi negara, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat 2 undang-undang tersebut menyebutkan hukuman mati dapat diterapkan dalam keadaan tertentu, seperti saat negara menghadapi bahaya, bencana alam, krisis ekonomi dan moneter, atau jika pelaku mengulangi tindak pidana korupsi.

Eksekusi mati kembali dilakukan di Indonesia pada tahun 2013 setelah moratorium lima tahun berakhir. Pada tahun 2012, tercatat sekitar 130 terpidana mati. Namun, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak wacana hukuman mati, menegaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak yang tidak dapat diganggu gugat.

Dewi Elvia Muthiariny dan Suci sekarwati berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Kardinal Ignatius Suharyo: Kasus Korupsi Dijadikan Alat untuk Menjegal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus