Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan pertama "aliansi internasional" baru untuk mendorong pembentukan negara Palestina. Diresmikan bulan lalu di sela-sela Sidang Umum PBB, "Aliansi Internasional untuk Menerapkan Solusi Dua Negara" menyatukan negara-negara dari Timur Tengah, Eropa, dan sekitarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan bahwa hampir 90 "negara dan organisasi internasional" ikut serta dalam pertemuan dua hari di Riyadh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebuah genosida sedang terjadi dengan tujuan untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka, yang ditolak oleh Arab Saudi," katanya, menggambarkan situasi kemanusiaan sebagai "bencana" dan mengecam "blokade total" Gaza utara.
Pertemuan di Riyadh diharapkan untuk fokus pada akses kemanusiaan, UNRWA dan langkah-langkah untuk memajukan solusi dua negara, kata para diplomat.
Akhir September 2024, Arab Saudi telah membentuk aliansi global untuk mendorong solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina
Aliansi ini mencakup sejumlah negara Arab dan Muslim serta mitra-mitra Eropa, kantor berita negara Saudi melaporkan, tanpa menyebutkan negara mana saja yang telah berkomitmen untuk bergabung.
Setelah meletusnya perang Gaza pada Oktober lalu antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas yang memerintah Gaza, Arab Saudi membekukan rencana yang didukung oleh Amerika Serikat untuk menormalkan hubungan dengan Israel, dua sumber yang mengetahui pemikiran Riyadh mengatakan pada awal tahun ini.
"Menerapkan solusi dua negara adalah solusi terbaik untuk memutus siklus konflik dan penderitaan, dan menegakkan realitas baru di mana seluruh wilayah, termasuk Israel, menikmati keamanan dan hidup berdampingan," kata bin Farhan seperti dikutip.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengatakan pekan lalu bahwa kerajaan tidak akan mengakui Israel tanpa adanya negara Palestina dan mengutuk keras "kejahatan pendudukan Israel" terhadap rakyat Palestina.
UNRWA
Para anggota parlemen Israel pada Senin, 28 Oktober 2024, memilih untuk melarang badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, untuk beroperasi di Israel dan wilayah-wilayah yang didudukinya. Keputusan Knesset ini membuat beberapa sekutu Barat Israel khawatir bahwa hal ini akan semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat buruk di Gaza.
Saat ini, lembaga ini secara langsung mempekerjakan 30.000 warga Palestina di seluruh wilayah, melayani kebutuhan sipil dan kemanusiaan 5,9 juta keturunan para pengungsi, di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan di kamp-kamp yang luas di negara-negara Arab yang berdekatan.
Di Gaza, lembaga ini mempekerjakan 13.000 orang, menjalankan sekolah-sekolah di daerah kantong tersebut, klinik-klinik kesehatan primer dan layanan-layanan sosial lainnya, serta mendistribusikan bantuan kemanusiaan. Layanannya di Gaza semakin penting sejak 2005, ketika Israel dan Mesir memberlakukan blokade yang menyebabkan keruntuhan ekonomi dengan salah satu tingkat pengangguran tertinggi di dunia.
Sejak perang Israel Hamas pecah, ratusan ribu warga Gaza telah berlindung di sekolah-sekolah, klinik, dan gedung-gedung publik lainnya milik UNRWA.
Hampir seluruh penduduk Gaza kini bergantung pada UNRWA untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk makanan, air, dan perlengkapan kebersihan.
Israel dan Hamas telah berperang sejak orang-orang bersenjata dari kelompok militan Palestina di Jalur Gaza menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menangkap sekitar 250 sandera, menurut perhitungan Israel.
Israel merespons dengan serangan militer di Gaza yang menewaskan lebih dari 43.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza. Israel mengatakan akan terus melanjutkan kampanye intensifnya terhadap Hizbullah Lebanon, setelah hampir setahun melakukan serangan lintas batas bersamaan dengan perang Gaza.
AL JAZEERA | REUTERS
Pilihan Editor: Serangan Israel Terbaru Menewaskan 20 Warga Gaza