RATUSAN ribu massa rakyat membanjiri jalan-jalan di pusat kota
Teheran Jumat pekan silam, beberapa jam setelah pemerintah
mengumumkan berlakunya keadaan darurat militer bagi negeri yang
sedang kacau itu. Orang banyak itu -- kebanyakan terdiri dari
anak-anak muda -- memprotes keputusan pemerintah tersebut.
Tentara dan polisi yang bersenjata lengkap -- tank, senjata
berat dan helikopter terlihat di mana-mana - mula-mula hanya
menembakkan tembakan peringatan. Tapi karena para demonstran itu
tidak menghiraukannya, bahkan banyak yang melempari tentara,
tembakan pun diarahkan kepada massa.
Laporan pertama dari Teheran mengenai kerusuhan itu menyebut
jumlah 58 jiwa yang tewas dan sekitar 300 yang cidera. Tapi
perhitungan terakhir menemukan jumlah yang tewas melebihi 100
orang. Sebuah sumber di Teheran menyebutkan bahwa pertumpahan
darah itu menjadi semakin menghebat karena panglima militer
menempatkan tentara dari suku Kurdistan -- berbeda bahasa dan
penampilan tubuhnya dengan kebanyakan orang Iran -- di Teheran.
Ketika mengundurkan diri dari semburan peluru tajam itu, massa
melakukan perusakan dan pembakaran. Sejumlah pompa bensin
dibakar, toko, bank, klab malam dan sebuah bioskop diobrak-abrik
untuk kemudian dibakar. Huru-hara seperti ini berlanjut kembali
keesokan harinya, hanya beberapa jam setelah jam malam dilewati.
Pada kesempatan ini pun tentara menggunakan peluru tajam, dan
tentu saja korban berjatuhan.
Laporan dari Teheran menyebutkan bahwa pada hari kedua huru-hara
ini, sejumlah wanita yang tetap menggunakan purdah (tutup muka)
ikut turun ke jalan. Di antara mereka juga terdapat golongan
Islam berhaluan kiri. Mereka ini merobek-robek bendera kerajaan
dan secara terang-terangan mendesak agar Shah mundur supaya Iran
bisa segera menjadi republik. Mungkin kenyataan seperti inilah
yang menyebabkan seorang juru bicara istana Shah berkomentar:
"Demonstrasi ini betul-betul anti nasional dan didalangi serta
dibiayai oleh anasir-anasir asing." Tidak dijelaskan negara
asing mana yang ikut memancing di air keruh.
Dari kalangan para demonstran diperoleh keterangan bahwa salah
seorang pemimpin mereka, Ayatullah Yahya Noori, sebenarnya sudah
mengeluarkan seruan agar "atas nama Islam" supaya para
demonstran itu bubar saja. Tapi sumber itu mengutip utusan Noori
sebagai berkata: "Kami dihalangi oleh tentara untuk membacakan
seruan Ayatullah. Mereka tidak kenal Ayahtullah, kata tentara
itu."
Di tengah-tengah huru-hara itu, Abbas Amir Hoveida, bekas
perdana menteri dan penasehat Shah, secara mendadak mengundurkan
diri. Tidak selang beberapa jam, Shah sendiri mengumumkan
pembatalan rencana kunjungannya ke Rumania yang mestinya
berlangsung hanya beberapa jam sebelum penundaan diumumkan.
"Shah menilai keadaan amat kritis, hingga beliau harus berada di
sini," kata juru bicara istana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini