Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai pemerintahan calon Presiden RI Prabowo Subianto dituntut mahir dalam bernavigasi antara kekuatan-kekuatan besar dalam geopolitik. Sebab, negara-negara seperti Amerika Serikat, Cina hingga Rusia akan mencoba mendekati capres tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enam bulan pertama pemerintahan Prabowo akan menjadi masa kritis bagi pandangan dunia terhadap kepemimpinannya di Indonesia, kata Dino. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu bercerita saat bertolak ke luar negeri, banyak orang bertanya kepadanya arah condongnya Prabowo jika memimpin nanti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Selama saya kemarin di luar negeri banyak pertanyaan apakah beliau akan begini atau begitu dari berbagai aspek. Pro-Barat atau pro-Tiongkok? Apakah beliau pro-reformasi? Demokrasinya bagaimana? Nanti rule of law-nya bagaimana? Hak asasi manusianya bagaimana? Kemarin saya keliling, semuanya tanya itu,” kata Dino, saat ditemui usai menerima penghargaan Order of Merit dari pemerintahan Ukraina di Jakarta Pusat pada Rabu, 28 Februari 2024.
Ketua komunitas kebijakan luar negeri itu tidak spesifik menyebutkan negara yang dikunjungi dan kapan mengunjunginya, atau siapa saja pemangku kepentingan yang bertanya kepadanya. Terpantau dari akun Instagram pribadinya, dalam dua bulan pertama 2024 ia telah menghadiri acara Human Fraternity Majlis di Uni Emirat Arab, bertemu Perdana Menteri Swedia di Stockholm, hingga berbicara sebagai panelis di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Swiss.
Menurut Dino, Prabowo dan kabinetnya nanti harus merumuskan strategi politik luar negeri untuk enam bulan pertama pemerintahan. Sebab akan ada acara-acara penting seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), dan G20.
“Itu jadi kesempatan bagi beliau untuk menyampaikan konsep politik luar negerinya. Dan dalam dua term ke belakang, kita tidak ada doktrin politik luar negeri. Ada politik luar negeri bebas dan aktif, tetapi tidak ada grand strategy,” ujarnya.
Dalam pandangannya, dunia akan melihat Prabowo sebagai presiden geopolitik, di Indonesia yang selama ini dipandang tidak bergeopolitik. “Pandangannya adalah kita tidak bergeopolitik. Sementara Prabowo diharapkan akan lebih menjadi geopolitical president sesuai dengan keahlian dan wawasan beliau,” kata dia.
Dengan itu, kata Dino, Prabowo akan dituntut untuk bersiasat antara kekuatan-kekuatan besar. Amerika diduga pasti akan mencoba menggaet Prabowo, begitu pula negara-negara Barat, Cina dan Rusia sehingga akan ditarik ke sana-sini.
Ketiga negara tersebut telah mengucapkan selamat kepada Indonesia usai pemilu yang berlangsung 14 Februari lalu. Presiden Rusia Vladimir Putin memberi selamat secara langsung kepada Prabowo, yang sejak hitung cepat atau quick count telah meraup suara terbanyak bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka. Sedangkan Duta Besar Cina untuk Indonesia Lu Kang menyampaikan ucapan selamat secara langsung kepada Prabowo ketika berkunjung ke kediamannya di Rumah Kertanegara, Jakarta Selatan.
Sementara, Amerika Serikat hanya memberi pesan selamat kepada rakyat Indonesia dan masih menunda ucapan langsung kepada Prabowo. Juru bicara Gedung Putih berkata akan “menyampaikan ucapan selamat pada waktu yang tepat”.
“Strategi dan siasat beliau menghadapi itu akan menjadi sangat penting bagi politik bebas aktif,” kata Dino, berbicara tentang prinsip politik luar negeri yang dianut Indonesia, yaitu tidak mengambil sikap ekstrem atau mengikuti blok kekuatan tertentu. “Tapi yang penting kita harus punya strategi dari awal. Kalau enggak, terlindas.”